BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Antropologi Kesehatan
adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan
sosio-budaya dari tingkahlaku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi
antara keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit pada manusia
(Foster/Anderson, 1986; 1-3).
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari antropologi sosial dan
kebudayaan yang mempelajari bagaimana kebudayaan dan masyarakat mempengaruhi
masalah-masalah kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan masalah terkait lainnya
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana revolusi dalam keperawatan ?
2.
Bagaimana pendidikan perawat itu ?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk mengetahui terjadinya revolusi dalam
keperawatan
2.
Untuk mengetahui perkembangan pendidikan keperawatan
1.4 MANFAAT
PENULISAN
1.
Untuk memberikan pengetahuan tentang revolusi dalam
keperawatan
2.
Untuk memberikan pengetahuan mengenai perkembangan
pendidikan keperawatan
1.5 PEMBATASAN
MASALAH
Dalam makalah ini penulisa hanya membahas tentang revolusi
dalam keperawatan dan perkembangan pendidikan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 REVOLUSI DALAM KEPERAWATAN
Lapangan perawataan menjadi perhatian ahli-ahli antropologi
paling sedikit karena dua alasan. Pertama, sebagaimana dengan sistem
sosial-budaya lainnya, lapangan itu memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitiannya sendiri; beberapa diantaranya kira-kira bersifat unik dan yang
lainnya dilakukan bersama dengan bidang kedokteran serta bidang-bidang lain
seperti: pendidikan bagi suatu peranan profesional, interaksi-interaksi antara
peranan profesional, dinamika keseluruhan profesi untuk mencapai setatus lebih
tinggi dan bebasan yang lebih besar, dan kebebasan wanita seperti yang
dijalankan dalam suatu profesi tertentu. Kedua, perawatan memberikan salah satu
kesempatan yang langka di mana suatu sistem sosial-budaya yang dikaji oleh para
ahli antropologi (Brown 1936) memberi keuntungan sendiri kepada ahli
antropologi yang mengarahkan pandangan khusus mereka ke dalam kebudayaan
kelompok tempat mereka berasal, yang dapat memperbaaiki dan memperhalus
interpretasi-interpretasi yang dibuat oleh orang luar,dan yang dapat melakukan
studi mereka sendiri berdasarkan tradisi antropologi yang terbaaik. Dari alasan
metodologi, perawatan merupakam kepentingan khusus bagi ilmu antropologi.
Hingga tahun 1969, Leininger hanya dapat menemukan 19 buah
tulisan saja yang dipublikasikan mengenai antropologi dan perawatan (Leininger
1970: 38). Tahun 1968 hanya ada delapan orang ahli antropologi saja yang
mengajar penuh di sekolah perawat (Ibid, 41). Kini telah makin banyak jumlah
ahli antropologi yang mencari karier yang berhubungan dengan profesi perawat,
makin banyak pula perawat yang mencari progam master dan doktoral dalam ilmu
antropologi dan ilmu-ilmu perilaku lainnya. Suatu indikasi dari perkembangan
yang cepat tersebut ialah adanya subseksi mengenai antropologi dan perawatan dalam
lembaga Society for Medical Anthropology. Bila pada masa lalu sebagian besar
dari studi peraawatan dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi dan psikologi, kini
kita melihat adanya perawat dengan latarbelakang ilmu peilaku.
Para perawat kini lebih berpendidikan dibandingakan dengan
rekan mereka satu generasi lalu. Mereka lebih menaruh perhatian terhadap
peranan-peranan profesional mereka, dan berusaha sekuat tenaga mencari
kebebasan yang lebih besar dalam memberikan perawatan kesehatan serta mencapai
pengakuan dan status yang bukan berasal dari peranan-peranan tradisional
mereka.
2.2 PENDIDIKAN PERAWAT
Untuk memahami masalah-masalah professional dan ilmu perilaku
yang telah diidentifikasikan dalam pendidikan perawat, sungguh penting untuk
memahami berbagai macam lingkungan di mana pendidikan perawat itu diadakan.
Lembaga pendidikan tertua didasarkan pada rumah sakit, dengan program
pendidikan selama 3 tahun untuk menghasilkan ijazah perawat. Program diploma yang pertama, yang
jumlahnya tiga buah, muncul pada tahun 1873 di Amerika Serikat; kemudian jumlah
tersebut amat berkembang pada setengah abad berikutnya: 15 buah pada tahun
1880; 35 pada tahun 1890; 432 pada tahun 1900; dan 1023 pada tahun 1910
(Bullough 1975:8).
Sejak tahun 1910 hingga 11920, sekolah-sekolah perawat mulai
didirikan di berbagai universitas besar. Kursus yang berlangsung selama 4 tahun
itu disebut program collegiate atau baccalaureate dan menuju ke gelar Bachelor of Science dalam perawatan.
Program-program universitas ini menekankan dasar ilmiah bagi perawatan,
termasuk ilmu perilaku dan ilmu fisik. Afiliasi formal universitas dan kuliah-kuliah
singkat universitas jelas menempatkan perawat pada tingkatan profesional yang
secara menyolok lebih tinggi dari pada yang mungkin dicapai sebelum adanya
program seeperti itu. Para staf pengajar yang terlatih mengajar, memiliki gelar
yang tinggi, menekankan pada pengetahuan dasar dan teoritis dalam tingkatan
yang tidak mungkin diperoleh dalam program-program diploma di rumah sakit.
Tipe ketiga dari pendidikan perawat yang dikenal sebagai associate degree program, diberikan
dalam pendidikan 2 tahun pada community
college (tingkat akademi). Dimulai pada tahun 1952 dan hanya sedikit saja
penelitian dalan ilmu perilaku. Namun kini justru tipe program inilah yang
terbanyak.
Tahun
|
Diploma
|
Associate
|
Bccalaureate
|
1955
|
963
|
19
|
156
|
1965
|
821
|
177
|
198
|
“Terbaru”
|
461
|
598
|
313
|
Dengan kata
lain, selama 20 tahun program diploma telah berkurang menjadi separuh,
sedangkan program baccalaureate
meningkat dua kali lipat. Program associate
degree bertambah dalam jumlah yang sangat mentakjubkan, yakni 3000%.
Perubahan-perubahan
dalam angka-angka relatif pada tiap-tiap tipe lembaga pendidikan sudah tentu
tercemin dalam perubahan persyaratan masuk dan angka-angka yang lulus (A.N.S.
1976:63, 67).
Perubahan Jumlah Pendaftar
Tahun
|
Diploma (%)
|
Asscociate (%)
|
Baccalaureate (%)
|
PERUBAHAN JUMLAH PENDAFTAR
|
|||
1963-1964
|
7,2
|
8,5
|
19,5
|
1972-1973
|
28,5
|
42,4
|
29,5
|
PERUBAHAN
JUMLAH LULUSAN
|
|||
1962-1963
|
81,6
|
4,6
|
13,8
|
1972-1973
|
36,1
|
41,8
|
22,1
|
Jelaslah bahwa
progam associate degree telah menjadi
tipe dominan dari pendidikan perawat dalam waktu kurang dari satu generasi, dan
pertumbuhan ini, yang merupakan hasil dari program diploma, akan terus
berlanjut di massa yang akan datang.
Salah satu di
antara banyak perubahan yang menarik dalam pola penerimaan adalah jumlah yang
relatif membesar dari para pria yang memasuki progam perawatan. Walaupun jumlah
absolut sedikit, namun kecendeerrungannya nampak jelas. Tipe progam berkolerasi dengan
persentase siswa pria, program associate
merupakan yang paling menarik (terbuka?) untuk pria, dan program baccalaureate merupakan yang paling
kurang terbuka. Studi Knopf menunjukan bahwa dalam progam associat, 4,2% dari siswa
adalah pria; dalam program diploma, angka tersebut turun menjadi 1,3%; dan dalam
program baccalaureate, pria hanya
sebesar 0,7% saja (Knopf 1975:108, Tabel A-1).
2.2.1
PENGALAMAN PENDIDIKAN
Olesen dan
Whittaker telah memberikan kepada kita salah satu di antara keterangan yang
paling lengkap dan mendalam kepada kita mengenai para siswa perawat dalam suatu
program baccalaureate: yaitu tentang
Sekolah Perawat Universitas California (School of Nursing of the University of
California) di San Francisco. Mereka ternyata berasal dari keluarga-keluarga
kelas menengah atas Amerika. Sebagian besar dari para siswa merupakan orang
kulit putih dan Protestan. Mayoritas dari mereka telah mulai memikirkan karier
perawat pada umur yang benar-benar muda: 28% antara usia 10 sampai 14 tahun,
dan tambahan 27% berusia antara usia 14 sampai 16 tahun.
Kebudayaan
mahasiswa itu umumnya terbentuk akibat sikap kecurigaan mereka terhadap maksud
dari para dosen mereka. Para mahasiswa sering ragu-ragu mengenai apa yang
diharapkan dari mereka dan mengenai kriteria yang digunakan untuk menilai
kemampuan mereka. Para siswa berusaha untuk “cari muka” terhadap setiap
instruktur.
2.2.2
DILEMA PERAWATAN
Beenne dan
Bennis telah menunjukan tiga bidang “dilema” dalam perawatan yang memperoleh
perhatian besar dalam ilmu perilaku: (1) frustasi perawat yang disebabkan oleh
perbedaan antara citra dirinya mengenai apa yang dirasakannya harus dilakukan
dengan kenyataan yang ia lakukan; (2) friksi antara dokter-perawat; dan (3)
banyaknya masalah mengenai dorongan bagi profesionalisasi (Benne dan Bennis
1959: 380). Ketiga topik tersebut akan diuraikan satu persatu.
1.
Peranan perawat: ideal dan kenyataan
Schulman telah
menciptakan istilah yang bagus, “pengganti ibu” untuk mendeskripsikan stereotip
peranan perawat yang ideal, menolong orang sakit dan mengatur (Schulman 1958).
Ia menganggap peranan tersebut feminin, ditandai oleh kasih sayang, keintiman,
dan kehadiran diri, yang diidentifikasikan dengan perawatan dan perlindungan
terhadap seorang “anak” (yakni si pasien).
2.
Hubungan perawat-dokter
Walaupun
terdapat konflik dan ketegangan antara para perawat dengan personal kesehatan
lainnya, “beberapa orang yang pernah berbicara dalam keadaan bebas dengan para
perawat akan menyangkal bahwa hubungan perawat-dokter adalah yang paling penuh
dengan ketegangan dan kesalahpahaman antara kedua belah pihak” (Benne dan
Bennis 1959 : 381). Barbara Bates menunjukan bahwa hal ini terjadi karena
adanya kenyataan bahwa dokter adalah “otokrat yang terakhir,” ia adalah orang
yang menganggap perawat dan personal kesehatan lainnya sebagai nonprofesional,
yang tugasnya adalah bekerja lebih banyak untuknya dari pada untuk pasien.
Seandainya dokter memperhitungkan mereka, maka ia melihat mereka sebagai
pelayannya, dan bukan sebagai kawan sejawat atau koleganya (B. Bates 1970:
130).
Hubungan atas
bahwaan yang bersifat kaku antara dokter dan perawat mungkin paling banyak
menyebabkan sakit hati para perawat. Perawaat merasa bahwa mereka sering kali
amat mempunyai keterbatasan dalam melakukan apa yang dapat mereka kerjakan
untuk membuat pasien lebih nyaman, untuk mengetahui kebutuhan medikal yang
terlewat dari pengamatan dokter, dan mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan
tersebut kepada para dokter.
Carol Taylor
mendeskripsikan perananyang sering tidak fleksibel yang sering kali terpaksa di
lakukan oleh perawat itu, yang dinamakannya “pedekatan ritual,” tyaitu proses
di mana pasien “ dipersiapkan” oleh perawat untuk diperiksa dokter. Ia
memberikan contoh mengenai seorang wanita yang akan dibersihkan telinganya di
ruang kerja seorang dokter.
3.
Dorongan ke arah profesionalisasi
Perawatan,
sejalan dengan pengobatan, telah menarik perhatian para ilmuan perilaku yang
berminat terhadap tema luas mengenai “profesi.” Hingga akhir-akhir ini, siswa
“profesi” meenganggap tuntutan perawat terhadap status profesional sebagai
penyimpangan. Di abad yang lalu, para perawat menganggap diri mereka sebagai
profesional dan mereka pun dianggap demikian oleh masyarakat awam. Namun,
dibandingkan dengan kelompok kerja lain yang biasanya dianggap profesional, spesialisasi
yang berbeda, otonomi dan keterikatan kepada karier. Kebanyakan perawat yang
terdaftar, misalnya, tidak memiliki gelar bachelor
(sarjana muda), yang wajarnya dianggap sebagai persyaratan minimal bagi status
suatu profesional. Meraka juga tidak memiliki otonomi bertindak yang dianggap
sebagai karakteristik dari suatu profesi, karena kebanyakan dari mereka telah
bekerja di bawah pengawasan dokter dan di rumah sakit, sesuai dengan peraturan
dari pranata tersebut. Perawat juga harus berjuang untuk mengidentifikasi
seperangkat pengetahuan sepesialisasi yang buakan berasal dari kedokteran,
untuk membedakan para dokternya. Telah dinyatakan pula bahwa mayoritas perawat
nampak kurang memiliki keterikatan terhadap karier mereka, yang merupakan ciri
dari suatu profesi.
Angka
rata-rata pengunduran diri para perawat pra-sarjana muda yang tradisional juga
bukan merupakan refleksi yang tepat dari keterikatan karier, karena
perbandingan biasanya dilakukan atas angka rata-rata pengunduran diri mahasiswa
kedokteran yang telah berstatus sarjana.
Dalam
analisisnya yang jeli dan bersifat perseptif, Ashley mendeskripsikan ketakutan
dari gnerasi dokter Amerika yang terdahulu bahwa para perawat akan menjadi
terlalu pandai sehingga merupakan ancaman bagi pengawasan dokter terhadap
pengobatan.
2.2.3
KELANJUTAN PERANAN PERAWAT
Ada banyak hal, diantaranya gerakan hak-hak wanita yang
mendorong perkembangan peranan-peranan perawat yang baru dan meluas, yang
ditandai oleh semakin bertambahnya otonomi dan tanggung jawab professional.
Besarnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan
dokter-perawat di unit gawat darurat – khususnya dalam perawat koroner – di
jelaskan oleh Berwind. Kolaborasi baru dan saling ketergantungan antara
pengobatan dan perawatan telah menambah pengalihan tugas oleh perawat yang
bertanggung jawab untuk bertindak pada saat ketidakhadiran, sehingga sulitlah
untuk menentukan, pada saat man fungsi dokter berhenti dan fungsi perawat
dimulai.
BAB III
PENUTUP
3.1
SIMPULAN
1.
Lapangan perawataan menjadi perhatian ahli-ahli antropologi
karena dua alasan. Pertama, lapangan itu memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitiannya sendiri; beberapa diantaranya kira-kira bersifat unik dan yang
lainnya dilakukan bersama dengan bidang kedokteran serta bidang-bidang lain.
Kedua, perawatan memberikan salah satu kesempatan yang langka di mana suatu
sistem sosial-budaya yang dikaji oleh para ahli antropologi (Brown 1936)
memberi keuntungan sendiri kepada ahli antropologi yang mengarahkan pandangan
khusus mereka ke dalam kebudayaan kelompok tempat mereka berasal.
2.
Lembaga pendidikan tertua didasarkan pada rumah sakit, dengan
program pendidikan selama 3 tahun untuk menghasilkan ijazah perawat. Program diploma yang pertama, yang
jumlahnya tiga buah, muncul pada tahun 1873 di Amerika Serikat; kemudian jumlah
tersebut amat berkembang pada setengah abad berikutnya: 15 buah pada tahun
1880; 35 pada tahun 1890; 432 pada tahun 1900; dan 1023 pada tahun 1910
(Bullough 1975:8).
3.
Kebudayaan mahasiswa umumnya terbentuk akibat sikap
kecurigaan mereka terhadap maksud dari para dosen mereka. Para mahasiswa sering
ragu-ragu mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan mengenai kriteria yang
digunakan untuk menilai kemampuan mereka.
4.
Beenne dan Bennis menunjukan tiga bidang “dilema” dalam
perawatan yaitu : frustasi perawat yang disebabkan oleh perbedaan antara citra
dirinya mengenai apa yang dirasakannya harus dilakukan dengan kenyataan yang ia
lakukan, friksi antara dokter-perawat, dan banyaknya masalah mengenai dorongan
bagi profesionalisasi.
5.
Gerakan hak-hak wanita yang mendorong perkembangan
peranan-peranan perawat yang baru dan meluas, yang ditandai oleh semakin
bertambahnya otonomi dan tanggung jawab professional adalah kelanjutam dari
peranan perawat.
3.2
SARAN
Semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang profesionalisme dalam pengobatan perawat.
Dan khususnya makalah ini dapat membantu perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Swasono, Meutia F. Hatta dan
SuryadarmaPriyanti Pakan. Antropologi Kesehatan. 1986. Jakarta: Salemba
No comments:
Post a Comment