Monday, April 7, 2014

ANTROPOLOGI KESEHATAN : KEPERAWATAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-budaya dari tingkahlaku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia  (Foster/Anderson, 1986; 1-3).
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari antropologi sosial dan kebudayaan yang mempelajari bagaimana kebudayaan dan masyarakat mempengaruhi masalah-masalah kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan masalah terkait lainnya

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana revolusi dalam keperawatan ?
2.      Bagaimana pendidikan perawat itu ?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui terjadinya revolusi dalam keperawatan
2.      Untuk mengetahui perkembangan pendidikan keperawatan

1.4  MANFAAT PENULISAN
1.      Untuk memberikan pengetahuan tentang revolusi dalam keperawatan
2.      Untuk memberikan pengetahuan mengenai perkembangan pendidikan keperawatan

1.5  PEMBATASAN MASALAH
Dalam makalah ini penulisa hanya membahas tentang revolusi dalam keperawatan dan perkembangan pendidikan keperawatan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  REVOLUSI DALAM KEPERAWATAN
Lapangan perawataan menjadi perhatian ahli-ahli antropologi paling sedikit karena dua alasan. Pertama, sebagaimana dengan sistem sosial-budaya lainnya, lapangan itu memberikan kesempatan untuk melakukan penelitiannya sendiri; beberapa diantaranya kira-kira bersifat unik dan yang lainnya dilakukan bersama dengan bidang kedokteran serta bidang-bidang lain seperti: pendidikan bagi suatu peranan profesional, interaksi-interaksi antara peranan profesional, dinamika keseluruhan profesi untuk mencapai setatus lebih tinggi dan bebasan yang lebih besar, dan kebebasan wanita seperti yang dijalankan dalam suatu profesi tertentu. Kedua, perawatan memberikan salah satu kesempatan yang langka di mana suatu sistem sosial-budaya yang dikaji oleh para ahli antropologi (Brown 1936) memberi keuntungan sendiri kepada ahli antropologi yang mengarahkan pandangan khusus mereka ke dalam kebudayaan kelompok tempat mereka berasal, yang dapat memperbaaiki dan memperhalus interpretasi-interpretasi yang dibuat oleh orang luar,dan yang dapat melakukan studi mereka sendiri berdasarkan tradisi antropologi yang terbaaik. Dari alasan metodologi, perawatan merupakam kepentingan khusus bagi ilmu antropologi.
Hingga tahun 1969, Leininger hanya dapat menemukan 19 buah tulisan saja yang dipublikasikan mengenai antropologi dan perawatan (Leininger 1970: 38). Tahun 1968 hanya ada delapan orang ahli antropologi saja yang mengajar penuh di sekolah perawat (Ibid, 41). Kini telah makin banyak jumlah ahli antropologi yang mencari karier yang berhubungan dengan profesi perawat, makin banyak pula perawat yang mencari progam master dan doktoral dalam ilmu antropologi dan ilmu-ilmu perilaku lainnya. Suatu indikasi dari perkembangan yang cepat tersebut ialah adanya subseksi mengenai antropologi dan perawatan dalam lembaga Society for Medical Anthropology. Bila pada masa lalu sebagian besar dari studi peraawatan dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi dan psikologi, kini kita melihat adanya perawat dengan latarbelakang ilmu peilaku.
Para perawat kini lebih berpendidikan dibandingakan dengan rekan mereka satu generasi lalu. Mereka lebih menaruh perhatian terhadap peranan-peranan profesional mereka, dan berusaha sekuat tenaga mencari kebebasan yang lebih besar dalam memberikan perawatan kesehatan serta mencapai pengakuan dan status yang bukan berasal dari peranan-peranan tradisional mereka.

2.2  PENDIDIKAN PERAWAT
Untuk memahami masalah-masalah professional dan ilmu perilaku yang telah diidentifikasikan dalam pendidikan perawat, sungguh penting untuk memahami berbagai macam lingkungan di mana pendidikan perawat itu diadakan. Lembaga pendidikan tertua didasarkan pada rumah sakit, dengan program pendidikan selama 3 tahun untuk menghasilkan ijazah perawat. Program diploma yang pertama, yang jumlahnya tiga buah, muncul pada tahun 1873 di Amerika Serikat; kemudian jumlah tersebut amat berkembang pada setengah abad berikutnya: 15 buah pada tahun 1880; 35 pada tahun 1890; 432 pada tahun 1900; dan 1023 pada tahun 1910 (Bullough 1975:8).
Sejak tahun 1910 hingga 11920, sekolah-sekolah perawat mulai didirikan di berbagai universitas besar. Kursus yang berlangsung selama 4 tahun itu disebut program collegiate atau baccalaureate dan menuju ke gelar Bachelor of Science dalam perawatan. Program-program universitas ini menekankan dasar ilmiah bagi perawatan, termasuk ilmu perilaku dan ilmu fisik. Afiliasi formal universitas dan kuliah-kuliah singkat universitas jelas menempatkan perawat pada tingkatan profesional yang secara menyolok lebih tinggi dari pada yang mungkin dicapai sebelum adanya program seeperti itu. Para staf pengajar yang terlatih mengajar, memiliki gelar yang tinggi, menekankan pada pengetahuan dasar dan teoritis dalam tingkatan yang tidak mungkin diperoleh dalam program-program diploma di rumah sakit.
Tipe ketiga dari pendidikan perawat yang dikenal sebagai associate degree program, diberikan dalam pendidikan 2 tahun pada community college (tingkat akademi). Dimulai pada tahun 1952 dan hanya sedikit saja penelitian dalan ilmu perilaku. Namun kini justru tipe program inilah yang terbanyak.
Tahun
Diploma
Associate
Bccalaureate
1955
963
19
156
1965
821
177
198
“Terbaru”
461
598
313

Dengan kata lain, selama 20 tahun program diploma telah berkurang menjadi separuh, sedangkan program baccalaureate meningkat dua kali lipat. Program associate degree bertambah dalam jumlah yang sangat mentakjubkan, yakni 3000%.
Perubahan-perubahan dalam angka-angka relatif pada tiap-tiap tipe lembaga pendidikan sudah tentu tercemin dalam perubahan persyaratan masuk dan angka-angka yang lulus (A.N.S. 1976:63, 67).
Perubahan Jumlah Pendaftar
Tahun
Diploma (%)
Asscociate (%)
Baccalaureate (%)
PERUBAHAN JUMLAH PENDAFTAR
1963-1964
7,2
8,5
19,5
1972-1973
28,5
42,4
29,5
PERUBAHAN JUMLAH LULUSAN
1962-1963
81,6
4,6
13,8
1972-1973
36,1
41,8
22,1

Jelaslah bahwa progam associate degree telah menjadi tipe dominan dari pendidikan perawat dalam waktu kurang dari satu generasi, dan pertumbuhan ini, yang merupakan hasil dari program diploma, akan terus berlanjut di massa yang akan datang.
Salah satu di antara banyak perubahan yang menarik dalam pola penerimaan adalah jumlah yang relatif membesar dari para pria yang memasuki progam perawatan. Walaupun jumlah absolut sedikit, namun kecendeerrungannya nampak  jelas. Tipe progam berkolerasi dengan persentase siswa pria, program associate merupakan yang paling menarik (terbuka?) untuk pria, dan program baccalaureate merupakan yang paling kurang terbuka. Studi Knopf menunjukan bahwa dalam progam associat, 4,2% dari siswa adalah pria; dalam program diploma, angka tersebut turun menjadi 1,3%; dan dalam program baccalaureate, pria hanya sebesar 0,7% saja (Knopf 1975:108, Tabel A-1).

2.2.1   PENGALAMAN PENDIDIKAN
Olesen dan Whittaker telah memberikan kepada kita salah satu di antara keterangan yang paling lengkap dan mendalam kepada kita mengenai para siswa perawat dalam suatu program baccalaureate: yaitu tentang Sekolah Perawat Universitas California (School of Nursing of the University of California) di San Francisco. Mereka ternyata berasal dari keluarga-keluarga kelas menengah atas Amerika. Sebagian besar dari para siswa merupakan orang kulit putih dan Protestan. Mayoritas dari mereka telah mulai memikirkan karier perawat pada umur yang benar-benar muda: 28% antara usia 10 sampai 14 tahun, dan tambahan 27% berusia antara usia 14 sampai 16 tahun.
Kebudayaan mahasiswa itu umumnya terbentuk akibat sikap kecurigaan mereka terhadap maksud dari para dosen mereka. Para mahasiswa sering ragu-ragu mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan mengenai kriteria yang digunakan untuk menilai kemampuan mereka. Para siswa berusaha untuk “cari muka” terhadap setiap instruktur.




2.2.2   DILEMA PERAWATAN
Beenne dan Bennis telah menunjukan tiga bidang “dilema” dalam perawatan yang memperoleh perhatian besar dalam ilmu perilaku: (1) frustasi perawat yang disebabkan oleh perbedaan antara citra dirinya mengenai apa yang dirasakannya harus dilakukan dengan kenyataan yang ia lakukan; (2) friksi antara dokter-perawat; dan (3) banyaknya masalah mengenai dorongan bagi profesionalisasi (Benne dan Bennis 1959: 380). Ketiga topik tersebut akan diuraikan satu persatu.
1.         Peranan perawat: ideal dan kenyataan
Schulman telah menciptakan istilah yang bagus, “pengganti ibu” untuk mendeskripsikan stereotip peranan perawat yang ideal, menolong orang sakit dan mengatur (Schulman 1958). Ia menganggap peranan tersebut feminin, ditandai oleh kasih sayang, keintiman, dan kehadiran diri, yang diidentifikasikan dengan perawatan dan perlindungan terhadap seorang “anak” (yakni si pasien).
2.         Hubungan perawat-dokter
Walaupun terdapat konflik dan ketegangan antara para perawat dengan personal kesehatan lainnya, “beberapa orang yang pernah berbicara dalam keadaan bebas dengan para perawat akan menyangkal bahwa hubungan perawat-dokter adalah yang paling penuh dengan ketegangan dan kesalahpahaman antara kedua belah pihak” (Benne dan Bennis 1959 : 381). Barbara Bates menunjukan bahwa hal ini terjadi karena adanya kenyataan bahwa dokter adalah “otokrat yang terakhir,” ia adalah orang yang menganggap perawat dan personal kesehatan lainnya sebagai nonprofesional, yang tugasnya adalah bekerja lebih banyak untuknya dari pada untuk pasien. Seandainya dokter memperhitungkan mereka, maka ia melihat mereka sebagai pelayannya, dan bukan sebagai kawan sejawat atau koleganya (B. Bates 1970: 130).
Hubungan atas bahwaan yang bersifat kaku antara dokter dan perawat mungkin paling banyak menyebabkan sakit hati para perawat. Perawaat merasa bahwa mereka sering kali amat mempunyai keterbatasan dalam melakukan apa yang dapat mereka kerjakan untuk membuat pasien lebih nyaman, untuk mengetahui kebutuhan medikal yang terlewat dari pengamatan dokter, dan mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan tersebut kepada para dokter.
Carol Taylor mendeskripsikan perananyang sering tidak fleksibel yang sering kali terpaksa di lakukan oleh perawat itu, yang dinamakannya “pedekatan ritual,” tyaitu proses di mana pasien “ dipersiapkan” oleh perawat untuk diperiksa dokter. Ia memberikan contoh mengenai seorang wanita yang akan dibersihkan telinganya di ruang kerja seorang dokter.
3.         Dorongan ke arah profesionalisasi
Perawatan, sejalan dengan pengobatan, telah menarik perhatian para ilmuan perilaku yang berminat terhadap tema luas mengenai “profesi.” Hingga akhir-akhir ini, siswa “profesi” meenganggap tuntutan perawat terhadap status profesional sebagai penyimpangan. Di abad yang lalu, para perawat menganggap diri mereka sebagai profesional dan mereka pun dianggap demikian oleh masyarakat awam. Namun, dibandingkan dengan kelompok kerja lain yang biasanya dianggap profesional, spesialisasi yang berbeda, otonomi dan keterikatan kepada karier. Kebanyakan perawat yang terdaftar, misalnya, tidak memiliki gelar bachelor (sarjana muda), yang wajarnya dianggap sebagai persyaratan minimal bagi status suatu profesional. Meraka juga tidak memiliki otonomi bertindak yang dianggap sebagai karakteristik dari suatu profesi, karena kebanyakan dari mereka telah bekerja di bawah pengawasan dokter dan di rumah sakit, sesuai dengan peraturan dari pranata tersebut. Perawat juga harus berjuang untuk mengidentifikasi seperangkat pengetahuan sepesialisasi yang buakan berasal dari kedokteran, untuk membedakan para dokternya. Telah dinyatakan pula bahwa mayoritas perawat nampak kurang memiliki keterikatan terhadap karier mereka, yang merupakan ciri dari suatu profesi.
Angka rata-rata pengunduran diri para perawat pra-sarjana muda yang tradisional juga bukan merupakan refleksi yang tepat dari keterikatan karier, karena perbandingan biasanya dilakukan atas angka rata-rata pengunduran diri mahasiswa kedokteran yang telah berstatus sarjana.
Dalam analisisnya yang jeli dan bersifat perseptif, Ashley mendeskripsikan ketakutan dari gnerasi dokter Amerika yang terdahulu bahwa para perawat akan menjadi terlalu pandai sehingga merupakan ancaman bagi pengawasan dokter terhadap pengobatan.

2.2.3         KELANJUTAN PERANAN PERAWAT
Ada banyak hal, diantaranya gerakan hak-hak wanita yang mendorong perkembangan peranan-peranan perawat yang baru dan meluas, yang ditandai oleh semakin bertambahnya otonomi dan tanggung jawab professional.
Besarnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan dokter-perawat di unit gawat darurat – khususnya dalam perawat koroner – di jelaskan oleh Berwind. Kolaborasi baru dan saling ketergantungan antara pengobatan dan perawatan telah menambah pengalihan tugas oleh perawat yang bertanggung jawab untuk bertindak pada saat ketidakhadiran, sehingga sulitlah untuk menentukan, pada saat man fungsi dokter berhenti dan fungsi perawat dimulai.









BAB III
PENUTUP

3.1    SIMPULAN
1.      Lapangan perawataan menjadi perhatian ahli-ahli antropologi karena dua alasan. Pertama, lapangan itu memberikan kesempatan untuk melakukan penelitiannya sendiri; beberapa diantaranya kira-kira bersifat unik dan yang lainnya dilakukan bersama dengan bidang kedokteran serta bidang-bidang lain. Kedua, perawatan memberikan salah satu kesempatan yang langka di mana suatu sistem sosial-budaya yang dikaji oleh para ahli antropologi (Brown 1936) memberi keuntungan sendiri kepada ahli antropologi yang mengarahkan pandangan khusus mereka ke dalam kebudayaan kelompok tempat mereka berasal.
2.      Lembaga pendidikan tertua didasarkan pada rumah sakit, dengan program pendidikan selama 3 tahun untuk menghasilkan ijazah perawat. Program diploma yang pertama, yang jumlahnya tiga buah, muncul pada tahun 1873 di Amerika Serikat; kemudian jumlah tersebut amat berkembang pada setengah abad berikutnya: 15 buah pada tahun 1880; 35 pada tahun 1890; 432 pada tahun 1900; dan 1023 pada tahun 1910 (Bullough 1975:8).
3.      Kebudayaan mahasiswa umumnya terbentuk akibat sikap kecurigaan mereka terhadap maksud dari para dosen mereka. Para mahasiswa sering ragu-ragu mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan mengenai kriteria yang digunakan untuk menilai kemampuan mereka.
4.      Beenne dan Bennis menunjukan tiga bidang “dilema” dalam perawatan yaitu : frustasi perawat yang disebabkan oleh perbedaan antara citra dirinya mengenai apa yang dirasakannya harus dilakukan dengan kenyataan yang ia lakukan, friksi antara dokter-perawat, dan banyaknya masalah mengenai dorongan bagi profesionalisasi.
5.      Gerakan hak-hak wanita yang mendorong perkembangan peranan-peranan perawat yang baru dan meluas, yang ditandai oleh semakin bertambahnya otonomi dan tanggung jawab professional adalah kelanjutam dari peranan perawat.

3.2    SARAN
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang profesionalisme dalam pengobatan perawat. Dan khususnya makalah ini dapat membantu perawat dalam melakukan tindakan keperawatan.
























DAFTAR PUSTAKA

Swasono, Meutia F. Hatta dan SuryadarmaPriyanti Pakan. Antropologi Kesehatan. 1986. Jakarta: Salemba

No comments:

Post a Comment