BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH
Rumah sakit merupakan
salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
ataupun masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau
kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan
fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan
fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu
pelayanan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang
paling dominan adalah sumber daya manusia (Depkes RI, 2002).
Menurut Irwandy (2007),
dalam merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan, DepKes R.I telah menyusun modul
Dasar Susunan Personalia (DSP) yang memuat tentang metode perhitungan tenaga
kesehatan yaitu estimasi pada beban kerja. Dalam metode ini tiap-tiap pegawai
dapat dihitung beban kerjanya berdasarkan tugas dan fungsinya. Tenaga kesehatan
khususnya perawat, analisa beban kerjanya dapat dilihat berdasar aspek-aspek
tugas yang dijalankan menurut fungsi utamanya. Beberapa aspek yang berhubungan
dengan beban kerja tersebut adalah jumlah pasien yang harus dirawatnya,
kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, shif yang digunakan untuk mengerjakan
tugasnya yang sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta
kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat untuk menyelesaikan kerjanya
dengan baik.
Beban kerja dapat
berupa tuntutan kerja atau pekerjaan, organisasi dan lingkungan kerja (Manuaba,
2002). Perawat sebagai profesi pekerjaan yang mengkhususkan pada upaya
penanganan perawatan pasien ataupun asuhan kepada pasien dengan tuntutan kerja
yang bervariasi. Selain itu, perawat juga dibebani tugas tambahan lain dan
sering melakukan kegiatan yang bukan fungsinya, misalnya menangani administrasi
pasien, keuangan dan lainnya
Sesuai dengan peran dan
fungsinya, perawat harus mampu mengembangkan bentuk pelayanan yang dapat
diterima oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhannya secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen telah menuntut perawat untuk mampu memberikan pelayanan yang bermutu
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan melalui kegiatan keperawatan
langsung dan tidak langsung dalam waktu kerja yang produktif. Besarnya tuntutan
dari masyarakat maupun lingkungan kerja serta pimpinan dapat menyebabkan
perawat mengalami stress di dalam beban kerja (Rasmun, 2004).
Seorang perawat
mengalami masalah beban kerja karena seorang perawat dalam pekerjaannya secara
langsung berhadapan dengan klien sehingga harus siap secara fisik maupun mental
sebelum memulai pekerjaan tersebut. Adapun ketidaksiapan dalam hal ini akan
berpengaruh besar pada hasil kerja dan kepuasan pada klien. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa perawat dalam pekerjaannya mengalami sering beban kerja yang
berat, mereka harus bekerja sesuai shif dan
sesuai peran dan fungsinya masing-masing,
seorang perawat penuh perhatian terhadap pasien dan terkadang memiliki
masalah interpersonal dengan staf medis lainnya terutama dokter (Hipwell dalam
Smith & Sulsky, 2005).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana penghitungan tenaga
keperawatan di rumah sakit ?
2.
Bagaimana indikator rawat inap untuk
kategori Turn Over Internal ?
3.
Bagaimana pendokumentasian asuhan
keperawatan dengan SIMKEP ?
4.
Bagaimana burn out pada keperawatan ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui cara penghitungan tenaga
keperawatan di rumah sakit.
2.
Mengetahui indikator rawat inap untuk
kategori Turn Over Internal.
3.
Mengetahui pendokumentasian asuhan
keperawatan dengan SIMKEP.
4.
Mengetahui burn out pada keperawatan.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1
MENGHITUNG TENAGA KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
2.1.1
CARA RASIO
Metode ini
menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal yang diperlukan.
Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah. Namun metoda ini
hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa mengetahui
produktivitas SDM rumah sakit, kapan personal tersebut dibutuhkan oleh setiap
unit atau bagian rumah sakit yang membutuhkan. Cara perhitungan ini masih ada
yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara
ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai
dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
Cara rasio
yang umumnya digunakan adalah berdasarkan surat keputusan menkes R.I. Nomor 262
tahun 1979 tentang ketenagaan rumah sakit,dengan standar sebagai berikut :
Tipe RS
|
TM/TT
|
TPP/TT
|
TPNP/TT
|
TNM/TT
|
A & B
|
1/(4-7)
|
(3-4)/2
|
1/3
|
1/1
|
C
|
1/9
|
1/1
|
1/5
|
¾
|
D
|
1/15
|
1/2
|
1/6
|
2/3
|
Khusus
|
Disesuiakan
|
Keterangan :
TM = Tenaga Medis
TT = Tempat Tidur
TNP = tenaga non medis
TPP = Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP = tenaga para medis non
perawatan
2.1.2
CARA DEMAND
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut
kegiatan yang memang nyata dilakukan oleh perawat.
Menurut Tutuko (1992) setiap klien yang masuk ruang
gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a.
Untuk kasus gawat
darurat : 86,31 menit
b.
Untuk kasus
mendesak
: 71,28 menit
c.
Untuk kasus tidak
mendesak : 33,09 menit
Hasil penelitian rumah sakit di Filipina, menghasilkan data sebagai
berikut:
No
|
Jenis
pelayanan
|
Rata –
rata jam perawatan / hari
|
1
|
Non bedah
|
3,4
|
2
|
Bedah
|
3,4
|
3
|
Campuran bedah dan non bedah
|
3,5
|
4
|
Pos partum
|
3,0
|
5
|
Bayi baru lahir
|
2,5
|
2.1.3
CARA GILLIES
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan tenaga
keperawatan di unit perawatan adalah
sebagai berikut:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis
bentuk pelayanan, yaitu:
a.
Perawatan langsung
Adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada
hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual.
Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat maka dapat
diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care
dan intensive care.
Menurut
Minetti Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah
empat jam perhari sedangkan untuk:
-
Self care dibutuhkan ½ x 4
jam
: 2 jam
-
Partial care dibutuhkan ¾ x 4
jam : 3 jam
-
Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4
jam : 4-6 jam
-
Intensive care dibutuhkan 2 x 4
jam : 8 jam
b.
Perawatan tak langsung
Meliputi
kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, konsultasi
dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi
pasien.
Meliputi: aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan.
Menurut Mayer dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan
ialah 15 menit/ klien/ hari.
2.1.4
METODA FORMULASI NINA
Nina (1990) menggunakan lima tahapan dalam menghitung
kebutuhan tenaga.
Contoh pengitungannya:
Hasil observasi terhadap RS A yang berkapasitas 300
tempat tidur, didapatrkan jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 60 %,
sedangkan rata-rata jam perawatan adaalah 4 jam perhari. Berdasarkan situasi
tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut
adalah :
-
Tahap I
Dihitung A =
jumlah jam perawatan klien dalam 24 jam per klien.
Dari contoh
diatas A= 4 jam/ hari
-
Tahap II
Dihitung B=
jumlah rata-rata jam perawatan untuk sekuruh klien dalam satu hari.
B = A x
tempat tidur (4 x 300 = 1200)
-
Tahap III
C= jumlah
jam perawatan seluruh klien selama setahun.
C= B x 365
hari (1200 x 365 = 438000 jam)
-
Tahap IV
Dihitung D =
jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun.
D= C x BOR /
80 (438000 x 180/ 80 = 985500)
Nilai 180
adalah BOR total dari 300 klien, dimana 60% x 300 = 180. Sedangkan 80 adalah
nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
-
Tahap V
Didapat E =
jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan.
E = 985500/
1878 = 524,76 (525 orang)
Angka 1878 didapat
dari hari efektif pertahun (365 – 52 hari minggu = 313 hari) dan dikalikan
dengan jam kerja efektif perhari (6 jam)
2.1.5
METODA HASIL LOKAKARYA KEPERAWATAN
Prinsip perhitungan rumus ini adalah sama dengan rumus
dari Gillies (1989) diatas, tetapi ada penambahan pada rumus ini yaitu 25%
untuk penyesuaian ( sedangkan angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari
selama satu minggu).
2.2
INDIKATOR
RAWAT INAP : TOI ( TURN OVER INTERNAL)
TOI
(Turn Over Interval = Tenggang perputaran) menurut Depkes RI (2005)
adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke
saat terisi berikutnya. Atau secara umumnya adalah waktu rata-rata suatu tempat
tidur kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien
sampai ditempati lagi oleh pasien lain. Indikator ini memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak
terisi pada kisaran 1-3 hari. Rumus:
2.3
PENDOKUMENTASIAN
ASKEP DENGAN SIMKEP
Perawat sebagai salah satu aktor yang
memiliki peranan besar dalam pelayanan kesehatan, mempunyai peran penting dalam
perkembangan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan mutu dalam pelayanan
kesehatan, perawat harus melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar asuhan
keperawatan yang sudah ditetapkan. Standar asuhan keperawatan yaitu mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi serta dokumentasinya. Selain itu, luasnya
lingkup tanggung jawab keperawatan dan kehadiran perawat secara kontinu
mendampingi pasien, menempatkan keperawatan pada posisi sentral bagi layanan
kesehatan dan pusat informasi pasien, sehingga membangkitkan perkembangan
informatika keperawatan yang dapat menginformasikan perkembangan aplikasi
multidisiplin terintegrasi bagi pelayanan pasien dan diperlukannya sistem
informasi manajemen keperawatan.
Informatika keperawatan adalah upaya
ilmiah multidisiplin untuk analisis, formalisasi, dan pemodelan cara perawat
mengumpulkan dan mengelola data, memproses data menjadi informasi dan
pengetahuan, membuat keputusan berbasis-pengetahuan dan inferensi bagi
perawatan pasien, serta menggunakan pengetahuan empirik dan berdasarkan
pengalaman ini untuk memperluas wawasan dan meningkatkan kualitas praktek
profesional mereka (Goossen, 1996). Sistem informasi keperawatan adalah
kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk
memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang
digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea &
Cococran,1989 dikutip oleh Hariyati, RT., 1999).
Menurut Kozier.E. (1990),
pendokumentasian keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang
pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. Selain itu, dokumentasi keperawatan dapat
menjadi bukti tentang tindakan yang telah dilakukan perawat pada pasien. Akan
tetapi, dalam pelaksanaannya, dokumentasi keperawatan di beberapa rumah sakit di
Indonesia masih mengalami beberapa hambatan karena pada umumnya masih
menggunakan dokumentasi tertulis.
Dokumentasi tertulis ini memiliki
beberapa kelemahan yaitu sering membebani perawat karena perawat harus
menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu
banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya
pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia.
Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering
hilang. Pendokumentasian yang berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi
asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis
juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali
jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang
hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini
karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan
demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan
hukum.( Hariyati, RT, 1999)
Dengan berbagai kelemahan dokumentasi tertulis seperti yang telah disebutkan diatas, pendokumentasian keperawatan dengan menggunakan Sistem Informasi Keperawatan perlu diterapkan. Karena dapat membantu perawat dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih efektif, mudah, cepat dan data dapat tersimpan dengan aman dibandingkan dengan menggunakan dokumentasi tertulis. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya kemungkinan terburuk seperti kebakaran. Dokumentasi keperawatan tersebut ada back up datanya karena data tersebut dapat kita simpan di berbagai media seperti CD ROM, Flash disk, ataupun hard disk yang dapat disimpan di tempat yang aman. Hal ini juga dapat mengurangi resiko data dicuri.
Dengan berbagai kelemahan dokumentasi tertulis seperti yang telah disebutkan diatas, pendokumentasian keperawatan dengan menggunakan Sistem Informasi Keperawatan perlu diterapkan. Karena dapat membantu perawat dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih efektif, mudah, cepat dan data dapat tersimpan dengan aman dibandingkan dengan menggunakan dokumentasi tertulis. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya kemungkinan terburuk seperti kebakaran. Dokumentasi keperawatan tersebut ada back up datanya karena data tersebut dapat kita simpan di berbagai media seperti CD ROM, Flash disk, ataupun hard disk yang dapat disimpan di tempat yang aman. Hal ini juga dapat mengurangi resiko data dicuri.
Memang tidak semudah yang dibayangkan
jika harus menerapkan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan di Indonesia
karena harus memperhatikan beberapa aspek seperti struktur organisasi
keperawatan di Indonesia, kemampuan sumber daya keperawatan, sumber dana,
proses dan prosedur informasi serta penggunaan dan pemanfaatan bagi perawat dan
tim kesehatan lain. Selain itu, belum adanya dukungan penuh dari berbagai pihak
dalam pelaksanaan sistem informasi manajemen keperawatan ini.
Oleh karena itu, kita sebagai calon
perawat harus memiliki pengetahuan yang baik tentang sistem informasi manajemen
keperawatan dan mengikuti perkembangan dunia informatika atau teknologi
keperawatan sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar dalam dunia
keperawatan menuju arah yang lebih baik lagi. Diharapkan dengan mengetahui
sistem informasi manajeman keperawatan, kita juga mampu bersaing dengan
perawat- perawat dari luar negeri dalam menghadapi era globalisasi.
2.4
BURN
OUT
Burnout merupakan
suatu sindrom kelelahan fisik, emosional, sikap dan mental serta rendahnya
penghargaan terhadap diri sendiri yang diakibatkan oleh stress kerja yang
berkepanjangan sehingga dapat mengakibatkan memburuknya kinerja bagi seorang
perawat. (Baron & Greenberg, 2003).
Burn-out (kejenuhan) merupakan keadaan
dimana karyawan merasa kemampuan dirinya semakin berkurang dan kerja keras
menjadi kurang produktif. Hal ini disebabkan oleh :
a. Tidak
yakin terhadap peran dan tanggung jawabnya
b. Merasa
kurang diperhatikan
c. Tidak
tahu berbuat apa setelah berupaya semaksimal mungkin
d. Terlalu
lama di suatu bagian
e. Beban
kerja berlebihan
Dimensi dalam burnout
ada lima aspek (Schultz & Schultz, 2002) yaitu :
a. Kelelahan
emosional (emotional exhaustion) yaitu
individu merasa lelah dan tidak bertenaga, frustasi, kehilangan semangat serta tidak
mampu memberikan pelayanan dengan baik secara psikologis
b. Kelelahan
fisik, yaitu ditandai dengan sakit kepala, susah tidur dan nafsu makan menurun
c. Kelelahan
mental, yaitu ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang lain, tidak puas
terhadap pekerjaan dan tidak kompeten
d. Depersonalization, yaitu
perkembangan dari dimensi kelelahan emosional yang ditandai dengan sikap apatis
terhadap lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitarnya,
e. Reduced personal accomplishment (penurunan
pencapaian diri), yaitu individu tidak pernah puas dengan hasil kerja sendiri
dan tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.
Dampak burnout (Cherniss, 1980 dalam Ema, 2004) yaitu :
a. Dampak
pada individu terlihat adanya gangguan fisik seperti sulit tidur, rentan
terhadap penyakit, munculnya gangguan psikosomatik maupun gangguan psikologis
yang meliputi penilaian yang buruk terhadap diri sendiri yang dapat mengarah pada terjadinya depresi.
b. Dampak
burnout yang dialami individu
terhadap orang lain dirasakan oleh penerima pelayanan dan keluarga.
c. Dampak
burnout bagi organisasi adalah
meningkatnya frekuensi tidak masuk kerja, berhenti dari pekerjaan atau job turnover, sehingga kemudian
berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi kerja dalam organisasi
Cara mengatasi burn-out:
a. Mobilisasi
karier
b. Cross
training
c. Mobilisasi
dinas
BAB
III
CONTOH
SIMULASI
PENGHITUNGAN TOI ( TURN OVER INTERNAL)
Jumlah
tempat tidur : 175
Periode
: 1
Hari
perawatan : 120
Pasien
keluar hidup dan meninggal : 20
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1.
Penghitungan tenaga keperawatan di rumah
sakit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain cara rasio, cara
demand, cara gillies, metoda formulasi nina dan
metoda hasil lokakarya keperawatan.
2.
TOI adalah rata-rata
hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya
3.
Pendokumentasian ASKEP
dengan sistem SIMKEP.......
4.
Burn out adalah keadaan
dimana karyawan merasa kemampuan dirinya semakin berkurang dan kerja keras
menjadi kurang produktif.
5.
Dimensi dalam burnout ada lima aspek (Schultz & Schultz, 2002) yaitu :
kelelahan emosional, kelelahan fisik, kelelahan mental, depersonalization dan penurunan pencapaian diri
6.
Cara mengatasi burn-out: mobilisasi
karier, cross training dan mobilisasi dinas
4.2 SARAN
Perawat
sebaiknya selalu berusaha agar tugas yang menjadi tanggungjawab perawat tidak
dijadikan sebagai beban sehingga perawat tidak terbebani dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Perawat dapat mencegah burnout dengan cara membuat suasana tempat kerja nyaman, menjalin
hubungan yang baik dengan teman kerja maupun atasan.
DAFTAR
PUSTAKA
https://komitekeperawatanrsia.wordpress.com/2009/07/01/117/
http://wilga-habib.blogspot.com/2011/07/indikator-statistik-rumah-sakit.html
No comments:
Post a Comment