Sunday, November 23, 2014

MENKEP : MAKP



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG MASALAH
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber daya manusia (Depkes RI, 2002).
Menurut Irwandy (2007), dalam merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan, DepKes R.I telah menyusun modul Dasar Susunan Personalia (DSP) yang memuat tentang metode perhitungan tenaga kesehatan yaitu estimasi pada beban kerja. Dalam metode ini tiap-tiap pegawai dapat dihitung beban kerjanya berdasarkan tugas dan fungsinya. Tenaga kesehatan khususnya perawat, analisa beban kerjanya dapat dilihat berdasar aspek-aspek tugas yang dijalankan menurut fungsi utamanya. Beberapa aspek yang berhubungan dengan beban kerja tersebut adalah jumlah pasien yang harus dirawatnya, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, shif yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya yang sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat untuk menyelesaikan kerjanya dengan baik.
Beban kerja dapat berupa tuntutan kerja atau pekerjaan, organisasi dan lingkungan kerja (Manuaba, 2002). Perawat sebagai profesi pekerjaan yang mengkhususkan pada upaya penanganan perawatan pasien ataupun asuhan kepada pasien dengan tuntutan kerja yang bervariasi. Selain itu, perawat juga dibebani tugas tambahan lain dan sering melakukan kegiatan yang bukan fungsinya, misalnya menangani administrasi pasien, keuangan dan lainnya
Sesuai dengan peran dan fungsinya, perawat harus mampu mengembangkan bentuk pelayanan yang dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhannya secara menyeluruh dan berkesinambungan. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen telah menuntut perawat untuk mampu memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan melalui kegiatan keperawatan langsung dan tidak langsung dalam waktu kerja yang produktif. Besarnya tuntutan dari masyarakat maupun lingkungan kerja serta pimpinan dapat menyebabkan perawat mengalami stress di dalam beban kerja (Rasmun, 2004).
Seorang perawat mengalami masalah beban kerja karena seorang perawat dalam pekerjaannya secara langsung berhadapan dengan klien sehingga harus siap secara fisik maupun mental sebelum memulai pekerjaan tersebut. Adapun ketidaksiapan dalam hal ini akan berpengaruh besar pada hasil kerja dan kepuasan pada klien. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perawat dalam pekerjaannya mengalami sering beban kerja yang berat, mereka harus bekerja sesuai shif dan sesuai peran dan fungsinya masing-masing, seorang perawat penuh perhatian terhadap pasien dan terkadang memiliki masalah interpersonal dengan staf medis lainnya terutama dokter (Hipwell dalam Smith & Sulsky, 2005).

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana penghitungan tenaga keperawatan di rumah sakit ?
2.      Bagaimana indikator rawat inap untuk kategori Turn Over Internal ?
3.      Bagaimana pendokumentasian asuhan keperawatan dengan SIMKEP ?
4.      Bagaimana burn out pada keperawatan ?

1.3  TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui cara penghitungan tenaga keperawatan di rumah sakit.
2.      Mengetahui indikator rawat inap untuk kategori Turn Over Internal.
3.      Mengetahui pendokumentasian asuhan keperawatan dengan SIMKEP.
4.      Mengetahui burn out pada keperawatan.










BAB II
KONSEP TEORI

2.1    MENGHITUNG TENAGA KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
2.1.1        CARA RASIO
Metode ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal yang diperlukan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah. Namun metoda ini hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas SDM rumah sakit, kapan personal tersebut dibutuhkan oleh setiap unit atau bagian rumah sakit yang membutuhkan. Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif perhitungan yang lain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
Cara rasio yang umumnya digunakan adalah berdasarkan surat keputusan menkes R.I. Nomor 262 tahun 1979 tentang ketenagaan rumah sakit,dengan standar sebagai berikut :
Tipe RS
TM/TT
TPP/TT
TPNP/TT
TNM/TT
A & B
1/(4-7)
(3-4)/2
1/3
1/1
C
1/9
1/1
1/5
¾
D
1/15
1/2
1/6
2/3
Khusus
Disesuiakan






Keterangan :


TM = Tenaga Medis
TT = Tempat Tidur
TNP = tenaga non medis
TPP = Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP = tenaga para medis non perawatan



2.1.2        CARA DEMAND
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang nyata dilakukan oleh perawat.
Menurut Tutuko (1992) setiap klien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a.         Untuk kasus gawat darurat         : 86,31 menit
b.         Untuk kasus mendesak               : 71,28 menit
c.         Untuk kasus tidak mendesak      : 33,09 menit
Hasil penelitian rumah sakit di Filipina, menghasilkan data sebagai berikut:
No
Jenis pelayanan
Rata – rata jam perawatan / hari
1
Non bedah
3,4
2
Bedah
3,4
3
Campuran bedah dan non bedah
3,5
4
Pos partum
3,0
5
Bayi baru lahir
2,5

2.1.3        CARA GILLIES
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di  unit perawatan adalah sebagai berikut:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:
a.    Perawatan langsung
Adalah  perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care.
Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari sedangkan untuk:
-            Self care dibutuhkan ½ x 4 jam               : 2 jam
-            Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam           : 3 jam
-            Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam      : 4-6 jam
-            Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam       : 8 jam

b.    Perawatan tak langsung
Meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien.
c.    Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien
Meliputi: aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer  dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ klien/ hari.

2.1.4   METODA FORMULASI NINA
Nina (1990) menggunakan lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.
Contoh pengitungannya:
Hasil observasi terhadap RS A yang berkapasitas 300 tempat tidur, didapatrkan jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 60 %, sedangkan rata-rata jam perawatan adaalah 4 jam perhari. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah :
-       Tahap I
Dihitung A = jumlah jam perawatan klien dalam 24 jam per klien.
Dari contoh diatas A= 4 jam/ hari
-       Tahap II
Dihitung B= jumlah rata-rata jam perawatan untuk sekuruh klien dalam satu hari.
B = A x tempat tidur  (4 x 300 = 1200)
-       Tahap III
C= jumlah jam perawatan seluruh klien selama setahun.
C= B x 365 hari (1200 x 365 = 438000 jam)
-       Tahap IV
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun.
D= C x BOR / 80 (438000 x 180/ 80 = 985500)
Nilai 180 adalah BOR total dari 300 klien, dimana 60% x 300 = 180. Sedangkan 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
-       Tahap V
Didapat E = jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan.
E = 985500/ 1878 = 524,76 (525 orang)
Angka 1878 didapat dari hari efektif pertahun (365 – 52 hari minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif perhari (6 jam)

2.1.5        METODA HASIL LOKAKARYA KEPERAWATAN
Prinsip perhitungan rumus ini adalah sama dengan rumus dari Gillies (1989) diatas, tetapi ada penambahan pada rumus ini yaitu 25% untuk penyesuaian ( sedangkan angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu).

2.2         INDIKATOR RAWAT INAP : TOI ( TURN OVER INTERNAL)
                   TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran) menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Atau secara umumnya adalah waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh pasien lain. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Rumus:

2.3     PENDOKUMENTASIAN ASKEP DENGAN SIMKEP
Perawat sebagai salah satu aktor yang memiliki peranan besar dalam pelayanan kesehatan, mempunyai peran penting dalam perkembangan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan mutu dalam pelayanan kesehatan, perawat harus melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan. Standar asuhan keperawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi serta dokumentasinya. Selain itu, luasnya lingkup tanggung jawab keperawatan dan kehadiran perawat secara kontinu mendampingi pasien, menempatkan keperawatan pada posisi sentral bagi layanan kesehatan dan pusat informasi pasien, sehingga membangkitkan perkembangan informatika keperawatan yang dapat menginformasikan perkembangan aplikasi multidisiplin terintegrasi bagi pelayanan pasien dan diperlukannya sistem informasi manajemen keperawatan.
Informatika keperawatan adalah upaya ilmiah multidisiplin untuk analisis, formalisasi, dan pemodelan cara perawat mengumpulkan dan mengelola data, memproses data menjadi informasi dan pengetahuan, membuat keputusan berbasis-pengetahuan dan inferensi bagi perawatan pasien, serta menggunakan pengetahuan empirik dan berdasarkan pengalaman ini untuk memperluas wawasan dan meningkatkan kualitas praktek profesional mereka (Goossen, 1996). Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran,1989 dikutip oleh Hariyati, RT., 1999).
Menurut Kozier.E. (1990), pendokumentasian keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. Selain itu, dokumentasi keperawatan dapat menjadi bukti tentang tindakan yang telah dilakukan perawat pada pasien. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, dokumentasi keperawatan di beberapa rumah sakit di Indonesia masih mengalami beberapa hambatan karena pada umumnya masih menggunakan dokumentasi tertulis.
Dokumentasi tertulis ini memiliki beberapa kelemahan yaitu sering membebani perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia. Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan hukum.( Hariyati, RT, 1999)
Dengan berbagai kelemahan dokumentasi tertulis seperti yang telah disebutkan diatas, pendokumentasian keperawatan dengan menggunakan Sistem Informasi Keperawatan perlu diterapkan. Karena dapat membantu perawat dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih efektif, mudah, cepat dan data dapat tersimpan dengan aman dibandingkan dengan menggunakan dokumentasi tertulis. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya kemungkinan terburuk seperti kebakaran. Dokumentasi keperawatan tersebut ada back up datanya karena data tersebut dapat kita simpan di berbagai media seperti CD ROM, Flash disk, ataupun hard disk yang dapat disimpan di tempat yang aman. Hal ini juga dapat mengurangi resiko data dicuri.
Memang tidak semudah yang dibayangkan jika harus menerapkan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan di Indonesia karena harus memperhatikan beberapa aspek seperti struktur organisasi keperawatan di Indonesia, kemampuan sumber daya keperawatan, sumber dana, proses dan prosedur informasi serta penggunaan dan pemanfaatan bagi perawat dan tim kesehatan lain. Selain itu, belum adanya dukungan penuh dari berbagai pihak dalam pelaksanaan sistem informasi manajemen keperawatan ini.
Oleh karena itu, kita sebagai calon perawat harus memiliki pengetahuan yang baik tentang sistem informasi manajemen keperawatan dan mengikuti perkembangan dunia informatika atau teknologi keperawatan sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar dalam dunia keperawatan menuju arah yang lebih baik lagi. Diharapkan dengan mengetahui sistem informasi manajeman keperawatan, kita juga mampu bersaing dengan perawat- perawat dari luar negeri dalam menghadapi era globalisasi.



2.4     BURN OUT
            Burnout merupakan suatu sindrom kelelahan fisik, emosional, sikap dan mental serta rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri yang diakibatkan oleh stress kerja yang berkepanjangan sehingga dapat mengakibatkan memburuknya kinerja bagi seorang perawat. (Baron & Greenberg, 2003).
Burn-out (kejenuhan) merupakan keadaan dimana karyawan merasa kemampuan dirinya semakin berkurang dan kerja keras menjadi kurang produktif. Hal ini disebabkan oleh :
a.    Tidak yakin terhadap peran dan tanggung jawabnya
b.    Merasa kurang diperhatikan
c.    Tidak tahu berbuat apa setelah berupaya semaksimal mungkin
d.   Terlalu lama di suatu bagian
e.    Beban kerja berlebihan

Dimensi dalam burnout ada lima aspek (Schultz & Schultz, 2002) yaitu :
a.    Kelelahan emosional (emotional exhaustion) yaitu individu merasa lelah dan tidak bertenaga, frustasi, kehilangan semangat serta tidak mampu memberikan pelayanan dengan baik secara psikologis
b.    Kelelahan fisik, yaitu ditandai dengan sakit kepala, susah tidur dan nafsu makan menurun
c.    Kelelahan mental, yaitu ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang lain, tidak puas terhadap pekerjaan dan tidak kompeten
d.   Depersonalization, yaitu perkembangan dari dimensi kelelahan emosional yang ditandai dengan sikap apatis terhadap lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitarnya,
e.    Reduced personal accomplishment (penurunan pencapaian diri), yaitu individu tidak pernah puas dengan hasil kerja sendiri dan tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.



Dampak burnout (Cherniss, 1980 dalam Ema, 2004) yaitu :
a.    Dampak pada individu terlihat adanya gangguan fisik seperti sulit tidur, rentan terhadap penyakit, munculnya gangguan psikosomatik maupun gangguan psikologis yang meliputi penilaian yang buruk terhadap diri sendiri yang dapat  mengarah pada terjadinya depresi.
b.    Dampak burnout yang dialami individu terhadap orang lain dirasakan oleh penerima pelayanan dan keluarga.
c.    Dampak burnout bagi organisasi adalah meningkatnya frekuensi tidak masuk kerja, berhenti dari pekerjaan atau job turnover, sehingga kemudian berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi kerja dalam organisasi

Cara mengatasi burn-out:
a.    Mobilisasi karier
b.    Cross training
c.    Mobilisasi dinas



BAB III
CONTOH SIMULASI

PENGHITUNGAN TOI ( TURN OVER INTERNAL)
Jumlah tempat tidur : 175
Periode : 1
Hari perawatan : 120
Pasien keluar hidup dan meninggal : 20






 



BAB IV
PENUTUP

4.1  KESIMPULAN
1.      Penghitungan tenaga keperawatan di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain cara rasio, cara demand, cara gillies, metoda formulasi nina dan metoda hasil lokakarya keperawatan.
2.      TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya
3.      Pendokumentasian ASKEP dengan sistem SIMKEP.......
4.      Burn out adalah keadaan dimana karyawan merasa kemampuan dirinya semakin berkurang dan kerja keras menjadi kurang produktif.
5.      Dimensi dalam burnout ada lima aspek (Schultz & Schultz, 2002) yaitu : kelelahan emosional, kelelahan fisik, kelelahan mental, depersonalization dan penurunan pencapaian diri
6.      Cara mengatasi burn-out: mobilisasi karier, cross training dan mobilisasi dinas

4.2  SARAN
Perawat sebaiknya selalu berusaha agar tugas yang menjadi tanggungjawab perawat tidak dijadikan sebagai beban sehingga perawat tidak terbebani dalam memberikan pelayanan keperawatan. Perawat dapat mencegah burnout dengan cara membuat suasana tempat kerja nyaman, menjalin hubungan yang baik dengan teman kerja maupun atasan.




DAFTAR PUSTAKA

https://komitekeperawatanrsia.wordpress.com/2009/07/01/117/
http://wilga-habib.blogspot.com/2011/07/indikator-statistik-rumah-sakit.html

No comments:

Post a Comment