Sunday, September 28, 2014

ASKEP BRONKITIS



ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN BRONKITIS



 

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2
KELAS 2B S1 ILMU KEPERAWATAN
1.     Aji Maulana
2.     Dede Rispriyanto
3.     Gilang Siwi Widodo
4.     Millatun Nafidah
5.     Neneng Vitriyah
6.     Sea Paradise
MATA KULIAH : KD III
DOSEN PEMBIMBING : DENI IRAWAN S.Kep.,Ns
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jl. Cut Nyak Dien Kalisapu slawi Kab. Tegal
Telp.(0283) 6197570,6197571
TAHUN 2014 / 2015



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Saya sangat menyadari keterbatasan dan ilmu pengetahuan yang ada, sehingga hasil makalah ini perlu adanya pengkajian dan pengembangan lagi. Demi kesempurnaan penelitian selanjutnya, maka saya mengharapkan kritik dan saran pembaca.
Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan.

                                                            Tegal ,  September  2014       

Penulis,



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………...  i
KATA PENGANTAR……………………………………………   ii
DAFTAR ISI……………………………………………………..    iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG MASALAH………………….   1
1.2  RUMUSAN MASALAH……………………..………  1
1.3  TUJUAN PENULISAN……………………………...   2
1.4  MANFAAT PENULISAN…………………………...   2
BAB II KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI…………………………………………….    3
2.2 ETIOLOGI…………………………………………...    4
2.3 MANIFESTASI KLINIS…………………………….   5
2.4 PATOFISIOLOGI……………………………………   5
2.5 PHATWAYS …………………………………………   6
2.5 KOMPLIKASI………………………………………… 7
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG……………………    7
2.8 PENATALAKSANAAN………………………………            7
2.9 PENGKAJIAN…………………………………………            8
2.10 DIAGNOSA………………………………………..... 10
2.11 INTERVENSI………………………………………..  11
2.12 IMPLEMENTASI.......................................................   14
2.12 EVALUASI……………………………………………           14
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN……………………………………….   15
3.2 SARAN……………………………………………….   15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………    16

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Bronkitis  adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis)bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik . perubahan bronkos tersebut disebabkan oleh perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis dan otot polos bronkus.
Bronkus yang terkena biasanya bronkus kecil (medium side),sedangkan bronkus besar jarang terjadi .bronkitis dan emfisiema paru sering terdapat bersamaan pada seorang pasien dalam keadaan lanjut ,penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakn kronik obstruksi pulmonary disease.
Penyebab  utama adalah merokok  yang berat dan berjangka panjang, yang mengiritasi tabung bronkial dan menyebabkan mereka menghasilkan lendir yang berlebihan.penyakit ini  di temukan di klinik dan di derita oleh  laki-laki dan dapat di derita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan kongenital .

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi bronkitis ?
2.      Apa saja etioogi bronchitis ?
3.      Bagaimana Manifestasi klinik bronkitis ?
4.      Bagaimana patofisiologi bronchitis ?
5.      Bagaimana Pemeriksaan penunjang pada bronchitis ?
6.      Bagaimana Pentalaksanaan  pada bronchitis ?
                  




1.3  TUJUAN
Tujuan secara umum  : mengerti tentang bronkitis dan memahami apa yang hrus di lakukan seorang perawat untuk menangani bronkitis .
Tujuan khusus : mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, kompikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan bronkitis

1.4  MANFAAT PENULISAN
Dengan diselesaikannya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1.      Mengetahui tentang definisi bronkitis.
2.      Mengetahui etiologi dari penyakit bronkitis.
3.      Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada kasus bronkitis yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

















BAB II
KONSEP TEORI

2.1 DEFINISI BRONKITIS
Bronkitis adalah suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mucus berlebihan disaluran nafas bawah selama paling kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut. (Corwin, Elizabeth. J. 2001:435).
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.
Bronkitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a.       Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b.      Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981).
Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB

2.2 ETIOLOGI BRONKITIS
a. Bronkitis akut
Bronkitis akut mungkin sebagai akibat cedera bahan kimia secara langsung dari polutan udara, seperti asap, sulfur dioksida dan klorin.
b.    Bronkitis kronik
Tidak dapat diingkari bahwa bronkitis kronik hampir seluruhnya disebabkan oleh merokok. Di Inggris, sebelum Undang-undang Udara Bersih tahun 1956, polusi udara kota merupakan faktor yang signifikan. Tetapi insiden bronkitis kronik dalam waktu lebih dari 10 tahun tetap sama walaupun polusi udara telah berkurang
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a.                                           Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b.      Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.


c.       Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d.      Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e.       Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

2.3  MANIFESTASI KLINIS
a.    Bronkitis akut : roduksi mukus kental, batuk produktif dengan dahak purulen, dispneu, demam, suara serak, ronki (bunyi paru diskontinyu yang halus atau kasar) terutama sewaktu inspirasi, nyeri dada kadang-kadang timbul.
b.    Bronkitis kronik : batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara, atau infeksi, sesak napas dan dispnea.

2.4  PATOFISIOLOGI
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis

2.5 THWAYS 






2.6  KOMPLIKASI
a.    Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang kronik, yang akhirnya dapat menyebabkan kor pulmonale.
b.    Dapat timbul kanker paru akibat metaplasia dan displasia

2.7  PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Bronkitis akut
Pemeriksaan sinar-X toraks mungkin memperlihatkan bronkitis akut.
b.      Bronkitis kronik
Analisis gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri. Polisitemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan. Pemeriksaan sinar-X toraks dapat membuktikan adanya bronkitis kronik

2.8  PENATALAKSANAAN
a.    Bronkitis akut
-       Antibiotik untuk mengobati infeksi.
-       Peningkatan asupan cairan dan ekspektoran untuk mengencerkan dahak.
-       Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
b.                Bronkitis kronik
-       Penyuluhan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut, terutama asap rokok.
-       Terapi antibiotik profilaktik, terutama pada musim-musim dingin, untuk mengurangi insidens infeksi saluran napas bawah, karena setiap infeksi akan semakin meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.
-       Karena banyak pasien yang mengalami spasme saluran napas akibat bronkitis kronik yang mirip dengan spasme pada asma kronik, maka sering diberikan bronkodilator.
-       Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan untuk mengencerkan mukus.
-       Mungkin diperlukan terapi oksigen

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BRONKITIS
2.9  PENGKAJIAN
1.      Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis kronis :
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
b.      Sirkulasi
Gejala
        : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi.
c.       Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d.      Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, palpitasi abdomen.
e.       Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f.       Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
g.      Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya / berulangnya infeksi.
h.      Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
i.        Interaksi social
Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda :Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
2.      Pemeriksaan diagnostic
a.       Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
b.      Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
c.       TLC : Meningkat
d.      Volume residu : Meningkat.
e.       FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
f.       GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
g.      Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
h.      Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
i.        EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
j.        Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri.
k.      Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.
3.      Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
4.      Pemeriksaan Radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah

2.10          DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret.
2.      Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3.      Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5.      Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses penyakit kronis.

2.11          INTERVENSI
1.      Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Intervensi :
a.       Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b.      Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
c.       Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
d.      Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
e.       Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
2.      Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan       : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a.       Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
b.      Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
c.       Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
d.      Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
e.       Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
f.       Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
3.      Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi :
a.       Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b.      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c.       Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
4.      Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi :
a.       Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
b.      Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c.       Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
d.      Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
e.       Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
5.      Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Intervensi :
a.       Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b.      Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c.       Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
d.      Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
e.       Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
2.12          IMPELEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
2.13          EVALUASI
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bronkitis berarti infeksi bronkus , bronkitis dapat di katakan penyakit tersendiri ,tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernapasan atas atau bersamaan dngan penyakit saluran  pernapasan  antara lain seperti sindbronkitis , bronkitis pada asma’dan sebagainya ,yg terdiri dari bronkitis akut dan kronik.

3.2 SARAN
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesimpulan ,jadi di harapkan untuk para pembaca lebih mengembangkanya lagi .Jadikanlah makalah ini sbagai perimbangan , pengembangan dari penyakit yg telah di bahas di atas

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.
Carolin, Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.
Tucker, Susan Martin, 1998, Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, 1998, Perawatan Medikal Bedah, 1998, EGC, Jakarta.
PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Keliat, Budi Anna, Proses Keperawata
Satya. 2012. Makalah Penyakit Bronkitis.




No comments:

Post a Comment