ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN BRONKITIS
DISUSUN
OLEH KELOMPOK 2
KELAS
2B S1 ILMU KEPERAWATAN
1.
Aji
Maulana
2.
Dede
Rispriyanto
3.
Gilang
Siwi Widodo
4.
Millatun Nafidah
5.
Neneng
Vitriyah
6.
Sea
Paradise
MATA
KULIAH : KD III
DOSEN
PEMBIMBING : DENI IRAWAN S.Kep.,Ns
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jl.
Cut Nyak Dien Kalisapu slawi Kab. Tegal
Telp.(0283)
6197570,6197571
TAHUN
2014 / 2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan
syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Saya sangat menyadari
keterbatasan dan ilmu pengetahuan yang ada, sehingga hasil makalah ini perlu
adanya pengkajian dan pengembangan lagi. Demi kesempurnaan penelitian
selanjutnya, maka saya mengharapkan kritik dan saran pembaca.
Akhirnya saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan.
Tegal
, September 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL……………………………………………... i
KATA
PENGANTAR…………………………………………… ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………….. iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH…………………. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………..……… 1
1.3 TUJUAN PENULISAN……………………………... 2
1.4 MANFAAT PENULISAN…………………………... 2
BAB
II KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI……………………………………………. 3
2.2 ETIOLOGI…………………………………………... 4
2.3 MANIFESTASI KLINIS……………………………. 5
2.4 PATOFISIOLOGI…………………………………… 5
2.5 PHATWAYS ………………………………………… 6
2.5 KOMPLIKASI………………………………………… 7
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………… 7
2.8 PENATALAKSANAAN……………………………… 7
2.9 PENGKAJIAN………………………………………… 8
2.10
DIAGNOSA………………………………………..... 10
2.11 INTERVENSI……………………………………….. 11
2.12
IMPLEMENTASI....................................................... 14
2.12 EVALUASI…………………………………………… 14
BAB
III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN………………………………………. 15
3.2 SARAN………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………… 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi
(ektasis)bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik . perubahan
bronkos tersebut disebabkan oleh perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen elastis dan otot polos bronkus.
Bronkus yang terkena biasanya bronkus kecil (medium side),sedangkan bronkus
besar jarang terjadi .bronkitis dan emfisiema paru sering terdapat bersamaan
pada seorang pasien dalam keadaan lanjut ,penyakit ini sering menyebabkan
obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakn kronik obstruksi pulmonary
disease.
Penyebab
utama adalah merokok yang berat dan berjangka panjang, yang mengiritasi tabung bronkial dan menyebabkan mereka menghasilkan
lendir yang berlebihan.penyakit ini di temukan di klinik dan di derita
oleh laki-laki dan dapat di derita mulai dari anak bahkan dapat merupakan
kelainan kongenital .
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
definisi bronkitis ?
2.
Apa
saja etioogi bronchitis ?
3.
Bagaimana
Manifestasi klinik bronkitis ?
4.
Bagaimana
patofisiologi bronchitis ?
5.
Bagaimana
Pemeriksaan penunjang pada bronchitis ?
6.
Bagaimana
Pentalaksanaan pada bronchitis ?
1.3
TUJUAN
Tujuan secara
umum : mengerti tentang bronkitis dan
memahami apa yang hrus di lakukan seorang perawat untuk menangani bronkitis .
Tujuan khusus : mengetahui
definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, kompikasi, pemeriksaan
penunjang dan penatalaksanaan bronkitis
1.4 MANFAAT PENULISAN
Dengan diselesaikannya makalah ini, diharapkan dapat
memberikan manfaat berupa :
1.
Mengetahui tentang definisi bronkitis.
2.
Mengetahui etiologi dari penyakit bronkitis.
3.
Untuk mengetahui
pemberian asuhan keperawatan pada kasus bronkitis
yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI
BRONKITIS
Bronkitis
adalah suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mucus
berlebihan disaluran nafas bawah selama paling kurang 3 bulan berturut-turut
dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut. (Corwin, Elizabeth. J. 2001:435).
Bronkhitis
adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal
selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada
pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2,
1998, hal : 490).
Secara harfiah
bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh inflamasi bronkus. Secara
klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti
bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari
penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.
Bronkitis
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a.
Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga
bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang
sering dijumpai.
b.
Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung
sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling
sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan
non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981).
Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa
Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB tersebut. Dalam keadaan kurangnya
data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan
diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua
penyebab lainnya dari BKB
2.2 ETIOLOGI
BRONKITIS
a. Bronkitis akut
Bronkitis akut
mungkin sebagai akibat cedera bahan kimia secara langsung dari polutan udara,
seperti asap, sulfur dioksida dan klorin.
b.
Bronkitis kronik
Tidak dapat diingkari bahwa
bronkitis kronik hampir seluruhnya disebabkan oleh merokok. Di Inggris, sebelum
Undang-undang Udara Bersih tahun 1956, polusi udara kota merupakan faktor yang
signifikan. Tetapi insiden bronkitis kronik dalam waktu lebih dari 10 tahun
tetap sama walaupun polusi udara telah berkurang
Adalah 3
faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari
polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status
sosial.
a.
Rokok
Menurut buku
Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama
timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan
VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b.
Infeksi
Eksaserbasi
bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
c.
Polusi
Polusi tidak
begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok
resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
d.
Keturunan
Belum
diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali
pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem,
dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini
menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan
merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e.
Faktor sosial ekonomi
Kematian pada
bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
a.
Bronkitis akut : roduksi mukus kental, batuk produktif dengan
dahak purulen, dispneu, demam, suara serak, ronki (bunyi paru diskontinyu yang
halus atau kasar) terutama sewaktu inspirasi, nyeri dada kadang-kadang timbul.
b.
Bronkitis kronik : batuk yang sangat produktif, purulen, dan
mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara, atau infeksi, sesak napas dan
dispnea.
2.4 PATOFISIOLOGI
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi
lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang
mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun,
dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi
menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat
menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag
alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.
Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik
yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru
yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis
2.5 THWAYS
2.6 KOMPLIKASI
a.
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang
kronik, yang akhirnya dapat menyebabkan kor pulmonale.
b.
Dapat timbul kanker paru akibat metaplasia dan displasia
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Bronkitis akut
Pemeriksaan sinar-X toraks
mungkin memperlihatkan bronkitis akut.
b.
Bronkitis kronik
Analisis gas darah
memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri. Polisitemia (peningkatan
konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai
sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan. Pemeriksaan sinar-X toraks dapat membuktikan adanya
bronkitis kronik
2.8 PENATALAKSANAAN
a.
Bronkitis akut
-
Antibiotik untuk mengobati infeksi.
-
Peningkatan asupan cairan dan ekspektoran untuk mengencerkan
dahak.
-
Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
b.
Bronkitis kronik
-
Penyuluhan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih
lanjut, terutama asap rokok.
-
Terapi antibiotik profilaktik, terutama pada musim-musim
dingin, untuk mengurangi insidens infeksi saluran napas bawah, karena setiap
infeksi akan semakin meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.
-
Karena banyak pasien yang mengalami spasme saluran napas
akibat bronkitis kronik yang mirip dengan spasme pada asma kronik, maka sering
diberikan bronkodilator.
-
Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan untuk mengencerkan
mukus.
-
Mungkin diperlukan terapi oksigen
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN BRONKITIS
2.9 PENGKAJIAN
1.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis kronis :
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa
otot.
b.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardia berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung
redup, Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi.
c.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, palpitasi abdomen.
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, palpitasi abdomen.
e.
Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f.
Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk
barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi
hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku,
abu – abu keseluruhan.
g.
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya / berulangnya infeksi.
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya / berulangnya infeksi.
h.
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
Gejala : Penurunan libido
i.
Interaksi social
Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap
pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda :Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Tanda :Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
2.
Pemeriksaan diagnostic
a.
Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru,
mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama
periode remisi.
b.
Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat
obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
c.
TLC : Meningkat
d.
Volume residu : Meningkat.
e.
FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
f.
GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
g.
Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat
inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
h.
Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen.
i.
EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II,
III, AVF.
j.
Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan
peningkatan karbon dioksida arteri.
k.
Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi
akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna
kebiruan.
3.
Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak
ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu
ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu
ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda
overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar
hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak
jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang
disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
4.
Pemeriksaan Radiologis
Tubular shadow atau traun
lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru
bertambah
2.10
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi
sekret.
2.
Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
3.
Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
5.
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses
penyakit kronis.
2.11
INTERVENSI
1.
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Intervensi :
a.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
b.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
c.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
d.
Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada
lansia, penyakit akut atau kelemahan
e.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
2.
Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal
dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a.
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan
kronisnya proses penyakit.
b.
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
c.
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi.
d.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
e.
Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia
terjadi derajat lebih besar/kecil.
f.
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
3.
Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi,
mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi :
a.
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode
istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c.
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan
jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
4.
Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi :
a.
Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea,
produksi sputum.
b.
Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c.
Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat
membuat mual dan muntah.
d.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
e.
Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu
memberikan nutrisi maksimal.
5.
Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Intervensi :
Intervensi :
a.
Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b.
Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya
infeksi.
c.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
d.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
e.
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur.
2.12
IMPELEMENTASI
Pada tahap ini untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
2.13
EVALUASI
Pada tahap akhir proses
keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan
untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses
yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien
dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian
berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas
meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.
(Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bronkitis
berarti infeksi bronkus , bronkitis dapat di katakan penyakit tersendiri
,tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernapasan atas atau
bersamaan dngan penyakit saluran pernapasan antara lain seperti
sindbronkitis , bronkitis pada asma’dan sebagainya ,yg terdiri dari bronkitis
akut dan kronik.
3.2 SARAN
Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari kesimpulan ,jadi di harapkan untuk para
pembaca lebih mengembangkanya lagi .Jadikanlah makalah ini sbagai perimbangan ,
pengembangan dari penyakit yg telah di bahas di atas
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.
Carolin, Elizabeth J, Buku Saku
Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi
3, EGC ; Jakarta.
Tucker, Susan Martin, 1998, Standar
Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5, EGC,
Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, 1998, Perawatan
Medikal Bedah, 1998, EGC, Jakarta.
PRICE, Sylvia Anderson, 1994,
Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Keliat, Budi Anna, Proses Keperawata
Satya. 2012. Makalah Penyakit Bronkitis.
No comments:
Post a Comment