ASUHAN
KEPERAWATAN
PASIEN
DENGAN DIABETES MELITUS
DISUSUN
OLEH
Nama : SEA PARADISE
NIM :
C1013071
KELAS 1B S1 ILMU KEPERAWATAN
MATA
KULIAH : IKD III
DOSEN
PEMBIMBING : DENI IRAWAN S.Kep.,Ns
STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jl. Cut Nyak Dien Kalisapu slawi Kab. Tegal
Telp.(0283) 6197570,6197571
TAHUN 2013 / 2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan
dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Saya
sangat menyadari keterbatasan dan ilmu pengetahuan yang ada, sehingga hasil makalah
ini perlu adanya pengkajian dan pengembangan lagi. Demi kesempurnaan penelitian
selanjutnya, maka saya mengharapkan kritik dan saran pembaca.
Akhirnya
saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah
wawasan.
Tegal
, Juni 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………... i
KATA PENGANTAR…………………………………………………… ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
MASALAH…………………………. 1
1.2
RUMUSAN
MASALAH……………………………..……… 1
1.3
PEMBATASAN
MASALAH…..……………………………. 2
1.4
TUJUAN
PENULISAN……………………………………... 2
1.5 MANFAAT PENULISAN…………………………………... 2
BAB II KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI……………………………………………………. 3
2.2 ETIOLOGI…………………………………………………... 5
2.3 MANIFESTASI KLINIS……………………………………. 6
2.4 PATOFISIOLOGI…………………………………………… 6
2.5 PATHWAYS………………………………………………… 8
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………………… 9
2.7 KOMPLIKASI……………………………………………… 10
2.8 PENATALAKSANAAN…………………………………… 11
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1
PENGKAJIAN……………………………………………… 12
3.2 DIAGNOSA…………………………………………………. 18
3.2 ANALISA DATA…………………………………………… 19
3.4 INTERVENSI…………………………………………….. .. 20
3.5
IMPLEMENTASI………………………………………….. 22
3.6
EVALUASI………………………………………………… 28
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN……………………………………………. 30
4.2 SARAN……………………………………………………. 31
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pada era globalisasi
saat ini umumnya masih banyak gaya hidup masyarakat yang masih belum memahami
tentang pentingnya kesehatan. Mereka pada umumnya mengkonsumsi segala jenis
makanan, seperti makanan tinggi lemak dan
kolesterol tanpa diimbangi dengan gaya hidup yang benar dan olahraga atau aktifitas
fisik untuk membakar lemak, sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi
kesehatan, salah satunya menyebabkan diabetes mellitus.
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Smeltzer C, Suzanne, 2001). Penyakit
diabetes mellitus memerlukan penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk
mencegah komplikasi akut. Secara promotif perawat dapat memberikan penyuluhan kesehatan
tentang diabetes mellitus, kemudian dengan preventif yaitu dengan cara menerapkan
gaya hidup sehat seperti rutin berolahraga dan tidak merokok. Selain itu
perawat juga berperan secara kuratif
dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah, melakukan
perawatan luka dan mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak
terjadi peningkatan kadar gula darah.
1.2 TUJUAN
PENULISAN
A.
TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes melitus
B.
TUJUAN KHUSUS
1. Untuk
mengetahui definisi dari diabetes mellitus
2. Untuk
mengetahui etiologi dari diabetes mellitus
3. Untuk
mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus
4. Untuk
mengetahui patofisiologi dari diabetes mellitus
5. Untuk
mengetahui pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus
6. Untuk
mengetahui penatalaksanaan dari diabetes
mellitus
7. Untuk mengetahui pemberian asuhan
keperawatan pada kasus diabetes mellitus, yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1
DEFINISI DIABETES MELLITUS
Menurut WHO yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah
keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan
keturunan secara bersama – sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Sedangkan menurut beberapa ahli, diabetes mellitus diartikan
sebagai berikut :
1.
Diabetes
melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia.
Anderson Price, 1995)
- Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
- Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
- Diabete mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer, 1999).
Dari
berbagai definisi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa diabetes mellitus adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (hormon insulin yang
dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat
dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik.
Sementara itu National
Diabetes Data Group of The National Institutes of Health mengklasifikasikan
diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent
Diabetes Melitus) atau tipe juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan
ketergantungan pada terapi insulin untuk mempertahankan hidup. Diabetes
melitus tipe I juga disebut juvenile onset, karena kebanyakan terjadi sebelum
umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel beta pankreas dan menjurus
ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami komplikasi metabolik
akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin
Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi
defisiensi insulin secara absolut melainkan relatif oleh karena gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin. Terjadi pada semua
umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada kecenderungan familiar. NIDDM dapat
berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah namun tetap
memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes
melitus gestational.
Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama
kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan meningkatkan
suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi keefektifitasan
insulin.
4. Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau
sindroma tertentu.
Yaitu hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain.
Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia. Kelainan reseptor insulin
dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang mencetuskan
terjadinya hiperglikemia antara lain: diuretik furosemid (lasik), dan thiazide,
glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat (Long, 1996).
2.2
ETIOLOGI DIABETES MELLITUS
Berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
1. DM Tipe I (IDDM)
a.
Faktor
genetik / herediter
Faktor
herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran
oleh virus
b.
Faktor
infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan
Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu
yang peka secara genetic
2.
DM
Tipe II (NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang
dewasa dengan keadaan obesitas. Obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor
insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin
yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
3.
DM
Malnutrisi
a.
Fibro
Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan
rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses
mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi
rusak.
b.
Protein
Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang
kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas
4.
DM
Tipe Lain
a.
Penyakit
pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas.
b.
Penyakit
hormonal seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang
sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak.
Sedangkan secara umum ada 4 penyebab terjadinya diabetes
melitus yaitu :
1. Faktor keturunan
Faktor keturunan dapat
menyebabkan terjadinya DM karena pola familial yang kuat (keturunan)
mengakibatkan terjadinya kerusakan sel-sel beta pankreas yang memproduksi
insulin. Sehingga terjadi
kelainan dalam sekresi insulin maupun kerja insulin (Long, 1996).
Karena adanya kelainan fungsi atau
jumlah sel –
sel betha pancreas yang bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant
sehingga mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali dan
menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin. (
Sjaifoellah, 1996 : 692 )
2. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
dapat terjadi karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino,
kalium dan fosfat yang melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler.
Jika terjadi kekurangan insulin akibat kerusakan fungsi sel pankreas akan
menyebabkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino, kalium dan
fosfat (Long, 1996).
Jumlah glukosa yang diambil dan
dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jarinagan perifer tergantung
keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon yang menurunkan glukosa darah
yaitu insulin yang dibentuk sel betha pulau pancreas. ( Sjaifoellah, 1996 : 692
)
3. Kegemukan atau obesitas
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya
DM karena insiden DM menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan
meningkat pada mereka yang mengalami perubahan makanaan secara berlebihan.
Obesitas merupakan faktor resiko tinggi DM karena jumlah reseptor insulin
menurun pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa dan hiperglikemia
(Price dan Wilson, 1995).
Terjadi karena hipertrofi sel betha
pancreas dan hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan
kegemukan dengan diabetes mellitus dan insulin insufisiensi relative. (Sjaifoellah,
1996 : 692).
4. Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan
resistensi insulin.
Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan
resistensi insulin dapat mendukung terjadinya DM karena toleransi glukosa
secara berangsur – angsur akan menurun bersamaan dengan berjalannya usia
seseorang mengakibatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya
keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya
pelepasan insulin dari sel–sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan penurunan
sensitifitas perifer terhadap insulin (Long, 1996).
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya (terjadi defisiensi relatif insulin).
Tanda
dan gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Poliuri (banyak kencing)
2. Polidipsi (banyak minum)
3. Poliphagi (banyak makan)
4. Berat badan
menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
5. Mata kabur
6. Luka atau goresan akan lama sembuh
7. Kaki kesemutan dan mati rasa
8. Infeksi kulit
9. Lemas
2.4 PATOFISIOLOGI
DIABETES MELLITUS
Pada
keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah
menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit
Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Akibatnya,
glukosa dan Natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang
dihasilkan banyak dan membuat penderita menjadi cepat pipis (Poliuri)
Proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses
difusi yaitu filtrasi zat dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada
penderita DM, glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa
dalam pembuluh darah sehingga proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis (filtrasi
zat dari tekanan tinggi ke tekanan rendah). Akibatnya, air yang ada di pembuluh
darah terambil oleh ginjal sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air
(dehidrasi intaseluller) yang menyebabkan penderita menjadi cepat haus
(Polidipsi).
Pada penderita diabetes melitus kandungan gula darah akan
meningkat. Karena gula darah bersifat diuresis / menyerap air maka konsentrasi
darah akan mengental dan terjadi gangguan transportasi darah ke pembuluh darah.
Dengan terganggunya aliran darah maka pasokan nutrisi yang ke sel – sel tubuh
juga akan terganggu dan hal ini menyebabkan kulit mengering, kerusakan sel
darah putih dan kematian jaringan. Kulit yang kering dan jaringan yang mati
menyebabkan penderita diabetes mudah terluka apabila terkena benda – benda tajam.
Dan biasanya luka, tusukan, nyeri dan sensasi panas tidak dirasakan oleh
penderita diabetes, karena hiperglikemia menjadikan gangguan pada sistem saraf
tepi (perifer) yang menyebabkan penderita mengalami mati rasa. Kemudian
sehubungan dengan terjadinya darah yang mengental maka akan terjadi kesulitan
pembekuan darah dan penutupan luka. Keadaan itu diperparah dengan adanya
bakteri saprofit . Pertumbuhan bakteri tersebut semakin merusak pembuluh darah.
Produksi
insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan
asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh
bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan
pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau
buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetik (Price,1995)
Dan kerusakan berbagai organ tubuh
dapat menimbulkan gangguan pada mata. Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas
polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi
insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
2.5
PHATWAYS
DIABETES MELLITUS
2.6
PEMERIKSAAN
PENUNJANG DIABETES MELLITUS
Pemeriksaan
yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1. Pemeriksaan elektrolit
Elektrolit
yang didapatkan pada penderita diabetes mellitus bisa kurang maupun lebih dari
kadar normal. Normalnya elektrolit pada tubuh adalah sebagai berikut :
a. Kalium : 3,6-5,6mEg/l
b. Natrium : 137-145mEq/l
c. Klorida : 98-107mEg/l
2. Pemeriksaan
hematologi
a.
Laju endap darah (LED)
Normalnya LED pada pria antara 0 – 15
mm/jam dan pada wanita antara 0 – 20
mm/jam. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
b.
Hemoglobin
Normalnya Hb pada pria antara 13,0 – 16,0 dan pada wanita antara 12,0 –
14,0. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun.
c.
Leukosit
Normalnya leukosit pada yang dihasilkan tubuh bernilai antara 5.000 –
10.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
d.
Trombosit
Normalnya trombosit pada pria yang dihasilkan tubuh bernilai antara 150.000
– 400.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
3. Pemeriksaan gula darah
Orang
dengan diabetes melitus kadar gula darahnya meningkat lebih dari 200 mg/dl.
Pemeriksaan
gula darah antara lain :
a. Gula Darah
Puasa ( GDP )
Pemeriksaan gula darah dimana pasien
sebelum melakukan pengambilan darah dipuasakan selama 8 – 12 jam. Semua
pemberian obat dihentikan terlebih dahulu.
b. Gula Darah 2
jam Post Prandial (GD 2PP)
Pemeriksaan
gula darah yang tidak dapat distandarkankan karena makanan yang dimakan baik
jenis maupun jumlahnya sulit diawasi dalam jangka waktu 2 jam, sebelum
pengambilan darah pasien perlu duduk beristirahat tenang tidak melakukan
kegiatan apapun dan tidak merokok. Obat-obat hipoglikemi
yang dianjurkan dokter harus tetap dikonsumsi.
c. Gula Darah Sewaktu
( GDS)
Pemeriksaan
gula darah yang dilakukan tanpa memerhatikan kapan terakhir pasien makan.
PARAMETER
|
BAIK
|
SEDANG
|
BURUK
|
GDP
|
80 – 100
mg/dl
|
110 – 125
mg/dl
|
≥126 mg/dl
|
GD 2PP
|
80 – 144
mg/dl
|
145 – 179
mg/dl
|
≥180 mg/dl
|
GDS
|
< 110
mg/dl
|
110 – 199
mg/dl
|
≥ 200 mg/dl
|
4. Pemeriksaan leukosit
Normalnya kadar leukosit dalam tubuh
berdasarkan jenisnya :
a. Basofil : 0 – 1 %
b. Eusinofil : 1 – 3%
c. N. Segmen : 50 – 75 %
d. N. Batang : 2 – 3 %
e. Limfosit : 25 – 40 %
f. Monosit : 3 – 7 %
5.
Pemeriksaan
Urine
Pemeriksaan
urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk memantau kadar
glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.
6.
Pemeriksaan
HbA1c
Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa
jangka panjang, menggambarkan kondisi
8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari( Kee JL, 2003 ), karena mencerminkan keadaan
glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan
HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan (Darwis Y, 2005, Soegondo S, 2004).
Peningkatan kadar HbA1c >8%
mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti
nefropati, retinopati, atau
kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2004).
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk
dilakukan secara rutin pada pasien DM.
Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya
merupakan pemantauan terhadap keberhasilan
pengendalian (Kee JL, 2003)
PARAMETER
|
BAIK
|
SEDANG
|
BURUK
|
HbA1c
|
2,5 – 6,0 %
|
6,1 – 8,00 %
|
> 8,00 %
|
2.7
PENATALAKSANAAN
DIABETES MELLITUS
1.
Medis
a.
Obat
Hipoglikemik oral
-
Golongan
Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Efek utamanya meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas,
karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat badan
yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah: glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida micronized (5
mg/tablet), glikasida (80 mg/tablet), dan glikuidon (30 mg/tablet).
-
Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan
glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada
pasien dengan kelebihan berat badan.
-
Golongan
Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien
dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b.
Insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah
Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang
kehilangan berat badan secara drastis.
Jenis Insulin
a.
Insulin
kerja cepat : regular insulin, cristalin
zink, dan semilente.
b.
Insulin
kerja sedang : NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c.
Insulin
kerja lambat : PZI (Protamine Zinc Insulin)
2.
Keperawatan
a.
Edukasi
Penyuluhan diabetes adalah suatu proses
pemberian pengetahuan dan keterampilan bagi penderita DM, yang diperlukan untuk
merawat diri sendiri, mengatasi krisis, serta mengubah gaya hidupnya agar dapat
menangani penyakitnya dengan baik.
b.
Pengaturan
diet.
Tujuan utama pengaturan diet adalah membantu orang dengan
diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
memberikan energi yang cukup untuk mecapai atau mempertahankan kadar glukosa
darah mendekati normal, memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan yang memadai, menghindari dan menangani komplikasi
baik akut maupun kronis serta meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui
gizi yang optimal.
c.
Latihan
jasmani (Olahraga)
Olahraga
selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja lebih efektif.
Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan
mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih
baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat. Dianjurkan untuk latihan jasmani
secara teratur ( 3-4 kali seminggu ) selama kurang lebih 30 menit, yang
sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
training).
2.8
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sestematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001)
1.
IDENTITAS PASIEN
Identitas
pasien berisi nama pasien, tempat dan tanggal lahir, pendidikan terakhir,
agama, status perkawinan, tinggi badan, berat badan, penampilan umum, ciri –
ciri tubuh, alamat, orang terdekat yang mudah dihubungi, hubungan dengan klien,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan nomer rekam medis.
2.
KELUHAN
UTAMA
Keluhan
utama luka yang tidak kunjung sembuh dan kelemahan tubuh.
3.
RIWAYAT
KESEHATAN SEKARANG
Riwayat
kesehatan sekarang merupakan pengkajian riwayat kesehatan yang kaji dari awal
klien mengalami sakit, selama sakit, sampai pengkajian di rumah sakit. Biasanya
klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai
bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan
tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual
dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot,
gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan
orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4.
RIWAYAT
KESEHATAN DAHULU
a. Riwayat
hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
b. Riwayat
ISK berulang.
c. Penggunaan
obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
d. Riwayat
mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
5.
RIWAYAT
KESEHATAN KELUARGA
Biasanya
pasien diabetes melitus mengalami sakit diabetes melitus karena adanya riwayat
anggota keluarga yang menderita diabetes melitus juga.
6.
RIWAYAT
LINGKUNGAN
Riwayat
pengkajian lingkungan merupakan pengkajian untuk mengkaji keadaan lingkungan
tempat tinggal sekitar yang bertujuan mengetahui apakah ada hal – hal yang
dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya penyakit.
7.
POLA FUNGSI
KESEHATAN
a. Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan
kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu
aktivitas pasien.
b. Pola
aktivitas dan latihan
Kaji
keluhan saat beraktivitas. Biasanya terjadi perubahan aktivitas sehubungan
dengan gangguan fungsi tubuh. Kemudian pada klien ditemukan adanya masalah
dalam bergerak, kram otot tonus otot menurun, kelemahan dan keletihan.
c. Pola
nutrisi dan metabolic
Tanyakan
bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam ).
Kemudian tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
d. Pola
eliminasi
Tanyakan
bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya Berapa kali miksi
dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi. Serta tanyakan adakah masalah
dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi dan
defekasi.
e.
Pola istirahat dan tidur
Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Dan bagaimana
perasaan klien setelah bangun tidur, apakah merasa segar atau tidak.
f.
Pola kognitif persepsi
Kaji status mental klien, kemampuan berkomunikasi dan
kemampuan klien dalam memahami sesuatu, tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi
wajah, nada bicara klien, dan identifikasi penyebab kecemasan klien
g.
Pola sensori visual
Kaji
penglihatan dan pendengaran klien.
h.
Pola toleransi dan koping terhadap stress
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (
financial atau perawatan diri ). Kemudian kaji keadaan emosi klien sehari-hari
dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Tanyakan pakah
ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat, apakah
pasien merasakan kecemasan yang berlebihan dan tanyakan apakah sedang mengalami
stress yang berkepanjangan.
i.
Persepsi diri/konsep diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien
menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah
gambaran dirinya. Kemudian tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah
merasa cemas, depresi atau takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.
j.
Pola seksual dan reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya, kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause, apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan
seks.
k.
Pola nilai dan keyakinan
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan
dalam beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
8.
PEMERIKSAAN
FISIK
a. Survey
umum
Meliputi :
1.
Keadaan umum
Dari keadaan dapat di ketahui keadaan
klien secara umum, apabila klien sakit ringan, sedang, berat
2.
Kesadaran
Untuk
mengetahui seberapa besar kesadaran klien saat ini, apakah klien sedang sadar
benar atau koma.
3.
Tanda – tanda vital
Untuk mengetahui apakah ada
peningkatan atau penurunan system.
4.
Antropometri
Untuk
mengetahui tinggi dan berat badan klien
b. Kulit,
rambut, dan kuku
Biasanya
pada penderita diabetes akan
ditemukan kulit panas, kering dan kemerahan, turgor jelek, pembesaran tiroid,
demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
c. Kepada
dan leher
Meliputi
pengkajian kepala, mata, telinga, hidung, mulut, dan leher
d. Toraks
dan paru – paru
Meliputi :
1. Pengkajian
keadaan torak
2. Pengkajian
keadaaan jantung
Biasanya
pasien DM akan mengalami takikardia /
nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia,
krekel, DVJ (GJK)
3. Pengkajian
keadaan paru
Biasanya
pasien DM akan mengalami takipnoe pada
keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum
purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.
e. Abdomen
f. Genitalia
g. Rectum
dan anus
h. Ekstremitas
Biasanya
pada penderita diabetes akan terjadi gangguan disalah satu atau kedua ektremitas
karena adanya luka.
9.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a.
Pemeriksaan elektrolit pada penderita diabetes mellitus
bisa kurang maupun lebih dari kadar normal.
b.
Laju endap
darah (LED) pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
c.
Hemoglobin
pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun.
d. Leukosit pada
penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
e. Trombosit pada
penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat (dehidrasi)
f. Gula darah pada pasien diabetes
melitus akan meningkat lebih dari 200 mg/dl.
g. Pemeriksaan Urine pada pasien
diabetes melitus biasanya terdapat gula dan aseton
positif, berat jenis dan osmolaritas meningkat.
h. Pemeriksaan HbA1c pada
penderita diabetes ditemuka kadar HbA1c
dalam tubuh antara 6,1 – 8,00 %. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan
DM yang tidak terkendali dan beresiko
tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang
i. Insulin
darah menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe
II yang mengindikasikan insufisiensi insulin
j. Pemeriksaan
fungsi tiroid terdapat peningkatan aktivitas hormon tiroid yang meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin
k. Kultur
dan sensitivitas kemungkinan ditemukan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pada luka.
10.
TERAPI
a. Golongan
Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Contoh glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida
micronized (5 mg/tablet), glikasida (80 mg/tablet), dan glikuidon (30 mg/tablet).
b. Golongan Biguanid /
Metformin
c. Golongan
Inhibitor Alfa Glukosidase
d. Insulin
Contoh regular insulin, cristalin zink, dan semilente, NPH (Netral Protamine
Hagerdon), PZI (Protamine Zinc
Insulin)
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
2. Perubahan
status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral.
3. Resiko
infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
4. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan imonologis
5. Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
6. Kurang
pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
C.
INTERVENSI
1.
Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan : Masalah
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh dapat
teratasi.
Kriteria Hasil : TTV normal, turgor kulit elastis, kapilerirevil
kurang dari tiga detik, membran mukosa lembab, haluan urin tepat secara
indivudu, kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TTV,
catat adanya perubahan TD.
b. Kaji nadi
perifer, pengisian kapiler, tugor kulit, dan membran mukosa
c. Pantau masukan
daan pengeluaran, catat berat jenis urin
d. Pantau BB
setiap hari
e. Pertahankan
untuk memberikan cairan
f. Berikan terapi
cairan selama dengan indikasi, seperti normal salin atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dextrosa.
g. Berikan belum
atau elektrolit lain melalui IV atau melalui oral sesuai indikasi
2.
Perubahhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin.
Tujuan : Maslah
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : BB stabil atau
penambahan ke arah rentang biasanya, mual dan muntah hilang, nafsu makan
bertambah, hasil laboratorium menunjukan keadaan normal.
Intervensi keperawatan:
a.
Timbang BB setiap hari atau sesuai
dengan indikasi
b.
Auskultasi bising usus
c.
Berikan makanan cairan yang mengandung
zat makanan (nutrien) dan elektrolit
d.
Pantau pemeriksaan laboratorium,
seperti glukosa darah, aseton, PH, dan HCO3
e.
Lakukan konsul dengan ahli diet
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah.
Tujuan
: Masalah resiko terhadap infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi,
personaal hygien yang baik, perubahan gaya hidup untuk mencegah infeksi
Intervensi keperawatan:
a.
Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan
b.
Pertahankan tekhnik aseptik pada
prosedur invasif
c.
Berikan perawatan kulit dengan teratur
d.
Bantu pasien untuk melakukan higiene
oral
e.
Lakukan pemeriksaan kultur dan
sensitifas sesuai dengan indikasi
f.
Berikan antibiotik yang sesuai
4.
Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan imunologis
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat teratasi
Kriteria hasil : tidak ada luka, tidak
menunjukan ekspresi wajah menahan nyeri
Intervensi
keperawatan:
a.
Bersihkan luka klien setiap hari
b.
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
c.
Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali
d.
Sediakan perawatan luka sayatan yang
dibutuhkan
e.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik.
5. Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik
Tujuan : Masalah
intoleransi aktifitas dapat teratasi
Kriteria Hasil : mengungkapkan
adanya peningkatan energi, menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam aktifitas yang diinginkan.
Intervensi keperawatan:
a. Diskusikan
dengan klien kebutuhan atas aktivitas.
b. Berikan
aktivitas altrrnatif dengan periode istirahat yang cukup.
c. Pantau nadi,
frekuensi pernafasan dan tekanan darah
sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
d. Diskusikan cara
manghemat kalori selama berpindah tampat.
e. Tingkatkan
partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang
dapat di toleransi.
6. Kurang
pengetahuan mengenai penyakit barhubungan dengan kurangnya sumber informasi
Tujuan : Masalah
kurangnya pengetahuan dapat teratasi
Kriteria Hasil :
menyatakan pemahaman tentang penyakit, mampu
mengidentifikasi tanda dan gejala dengan proses penyakit, mampu meakukan prosedur
keperawatan dengan benar, mampu melakukan perubahan gaya hidup.
Intervensi keperawatan:
a.
Ciptakan lingkungan saling percaya
dengan mendengarkan penuh perhatian dan sesalalu ada buat pasien
b.
Bekerja dengan pasien dalam menata
tujuan belajar yang diharapkan
c.
Pilih berbagai strategi belajar
seperti teknik demonstrasi
d.
Diskusikan topik-topik utama, seperti
apakah kedar glukosa normal itu dan bagaimana hal tersebu dibandingkan dengan
kadar gula darah pasien, tipe DM yang di alami pasien .
D.
IMPLEMENTASI
Implementasi
adalah tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana
tindakan yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat
dalam pencatatan keperawatn agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut.
Prinsip dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien
efektif, teknik komunikasi teraupetik serta penjalasan untuk setiap tindakan
yang diberikan kepada klien.
E.
EVALUASI
Evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai kemingkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi
hasil.
Evaluasi proses
adalah yang dilaksanaakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
Sedangkan evaluasi yang dilakukan pada tahap akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuia dengan waktu yang ada pada tujuan.
Disamping itu
juga evaluasi adalah merupakan kegiatan ynag merupakan kegiatan yang
membandingkan antra hasil implemntasi dengan kriteria standar yang telah
ditetapkan untuk melihat keberhasilan. Bila evaluasi tudak berhasil atau
berhasil sebagian, perlu disusun rencana keperawatan yang baru.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
Tn. M berusia 35 tahun datang ke rumah sakit dan mengeluh kalau malam sering sekali bolak
– balik ke kamar mandi, sehingga saat bangun tidur terasa
lemas.
Karena lemas klien sering merasa haus. Tn. M mengatakan sering sekali makan
makanan olahan daging dan makanan manis. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit
Tn. M terkena paku di tumit kaki kirinya namun hanya dibersihkan dengan air
hangat. Keesokan harinya luka pada tumit menjadi membengkak dan mengeluarkan
nanah dan oleh keluarga segera diperiksakan ke dokter praktek dan hanya
diberikan obat oral. TD: 140/100mmHg, Na: 88 x/menit, RR: 24x/menit, T: 38,50C
TB: 171 cm, dan BB 75 kg.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANG G KELAS II
RUMAH
SAKIT UMUM SOERAJI TIRTONEGORO KLATEN
A.
PENGKAJIAN
1.
IDENTITAS
PASIEN
a. Nama :
Tn. M
b. Tempat
dan tanggal lahir :
Klaten, 14 Maret 1979
c. Pendidikan
terakhir :
SD
d. Agama :
Islam
e. Status
perkawinan :
Menikah
f. Tinggi
Badan / Berat Badan :
171 cm/75 kg
g. Penampilan
umum :Composmentis
tampak lemah
h. Ciri
– ciri tubuh :
Tinggi, kulit sawo matang
i. Alamat :
Jl. Prayan No. 14, Jetis, Karang Nongko, Klaten
j. Orang
terdekat yang mudah dihubungi : Ny. D
k. Hubungan
dengan klien :
Istri klien
l. Tanggal
masuk RS :
23 April 2014
m. Tanggal pengkajian :
23 April 2014
n. Diagnosa
medis :
Diabetes mellitus
o. No.
RM :
99.10.10
2.
KELUHAN
UTAMA
Klien mengeluh ada luka bernanah di tumit kaki kiri dan terasa nyeri.
3.
RIWAYAT
PENYAKIT SEKARANG
Tiga hari
sebelum masuk RS (tanggal 20 April 2014) kaki klien tertusuk paku. Pada awalnya
luka klien hanya dibersihkan dengan air hangat. Keesokan harinya luka bertambah
besar, membusuk, dan mengeluarkan nanah. Klien hanya diperiksa ke dokter
praktek dan diberi obat oral. Luka klien bertambah parah dan klien dirujuk ke
RSU untuk dirawat. Pada saat pengkajian tanggal 23 April 2014 luka pada kaki
klien masih basah. Luka dengan kedalaman 0,5 cm, lebar 3 cm, dolor (+), kolor
(+), tumor (+), rubor (+), dan fungsiolasea (+). Klien mengatakan nyeri
tersebut sering dirasakan oleh klien apabila klien melakukan pergerakan/banyak
bergerak dan nyeri berkurang apabila klien beristirahat. Klien
mengatakan badannya panas dan lemas. Klien juga mengeluh sering sekali merasa ,
haus, dan bolak – balik ke kamar mandi di malam hari dan lemas di pagi hari.
4.
RIWAYAT
PENYAKIT DAHULU
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti
hipertensi, jantung koroner, atau diabetes melitus.
5.
RIWAYAT
PENYAKIT KELUARGA
Ayah dari Tn. M memiliki penyakit diabetes mellitus dan hal itu baru diketahui saat ayah dari Tn. M
meninggal dunia.
6.
RIWAYAT
LINGKUNGAN
Tipe tempat tinggal
permanent dengan jumlah kamar ada 3.
Jumlah orang yang tinggal di rumah sebanyak 4 orang, dengan kondisi tempat tinggal penerangan
cukup, kebersihan dan kerapihan cukup, sirkulasi udara cukup, keadaan kamar
mandi cukup baik tidak terlalu tinggi dan tidak licin.
7.
POLA
FUNGSI KESEHATAN
a. Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-
Sebelum sakit klien beraktivitas dengan
normal. Klien dan keluarga tidak mengetahui penyakit yang diderita klien. Klien
menganggap pegal dan nyeri yang sering dialami hanya akibat dari kelelahan
saja. Untuk pemeliharaan kesehatan klien selalu memeriksakan diri ke dokter
praktek atau puskesmas di sekitar rumahnya.
-
Selama sakit klien tidak melakukan
aktivitas, klien tidak menyukai keadaannya dan berharap cepat sembuh.
b. Pola
aktifitas dan latihan
-
Sebelum
sakit klien bekerja diperusahaan. Klien tidak pernah melakukan kegiatan olah
raga.
-
Selama
sakit klien hanya tidur dan istirahat.
c. Pola
nutrisi dan metabolik
-
Sebelum sakit pasien makan 3 x/sehari, sering makan olahan daging dan makanan manis, minum air teh atau putih 1500 – 2000 cc/hari.
-
Selama sakit pasien makan 3x/hari dan
minum air putih 2300 – 2500 cc/hari.
d. Pola
eliminasi
-
Sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan
konsentrasi padat, bau khas dan warnanya kuning kecoklatan. BAK 900 – 1000
cc/hari dengan warna kuning pekat dan bau khas.
-
Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan
konsistensi padat, bau khas dan warnanya kuning kecoklatan BAK 2200 - 2400
cc/hari dengan warna kuning pekat dan bau khas.
e. Pola
istirahat dan tidur
-
Sebelum
sakit pasien tidur 7-8 jam pada malam hari dan kadang tidur siang selama 1 jam.
-
Selama sakit pasien tidur 4-5 jam dan
kadang-kadang sering terbangun. Tidur siang
1-2 jam.
f. Pola
kognitif persepsi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar. Pasien mengatakan nyeri tumit kaki
kirinya sangat terasa apabila pasien bergerak. Pasien mengatakan nyerinya hanya
akibat dari kelelahan.
g. Pola
sensori visual
-
Test
tajam tumpul: dapat membedakan antara tajam dan tumpul
-
Test
panas dingin : dapat membedakan antara panas dan dingin
h. Pola
toleransi dan koping terhadap stress
Apabila
pasien ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarganya.
i. Persepsi
diri / konsep diri
Klien mengatakan pasrah dengan penyakit
yang dideritanya. Klien
berharap dapat sembuh dan dapat menjalankan aktifitasnya dengan normal.
j. Pola
seksual dan reproduksi
Pasien
berjenis kelamin pria dan sudah menikah mempunyai 2 anak.
k. Pola
nilai dan keyakinan
-
Sebelum
sakit klien selalu menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim (shalat 5
waktu). Klien kurang mengetahui akan penyakitnya namun klien percaya bahwa
penyakitnya dapat disembuhkan.
-
Selama
sakit klien melaksanakan shalat 3 – 4 waktu dan sering berdoa
8.
PEMERIKSAAN
FISIK
a. Survey
umum
ü Keadaan
umum : Lemah
ü Kesadaran : composmentis
ü Tanda
– tanda vital
-
TD :
140/100 mmHg
-
HR :
88 x/menit
-
RR :
24 x/menit
-
Suhu :
38,50C
ü Antropometri
-
TB :
171 cm
-
BB :
75 kg
b. Kulit,
rambut dan kuku
ü Kulit : Warna sawo
matang, tekstur kasar, kering, turgor kurang elastis, terdapat luka
di tumit kaki kiri dan tampak kotor.
ü Rambut : Hitam kemerahan, kasar, penyebaran
merata, tampak pendek dan lurus, dan bersih.
ü Kuku : warna
transparan, bentuk cembung 160°, dapat kembali
dalam ± 1 detik setelah ditekan,
tekstur halus dan tidak ada kotoran.
c. Kepala
dan leher
ü Kepala : Bentuk bulat lonjong, posisi tegak
lurus dengan bahu, tidak ada benjolan dan lesi, dan bersih
ü Mata : Simetris ki/ka, konjungtiva anemis.
ü Telinga : Simetris, serumen tidak ada, tidak ada gangguan pendengaran
ü Hidung : Simetris ka/ki, bersih, tidak ada gangguan penciuman
ü Mulut : Gigi utuh, kebersihan cukup baik, mukosa mulut kering,
caries tidak ada
ü Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar teroid, kekauan leher tidak
ada
d. Toraks
dan paru-paru
ü Toraks : Simetris ki/ka, RR 24 x/menit, irama teratur dan tidak ada suara tambahan
ü Jantung
-
I :
denyut jantung
normal, tidak ada dorongan, ictus cordis tidak tampak
-
P :
tidak ada
pulsasi, ictus cordis teraba di midklavikula intercosta 5
-
P :
ukuran dan
bentuk jantung dalam batas normal
-
A :
terdengar suara
lup dan dup, suara jantung tunggal
ü Paru
– paru
-
I :
Simetris
-
P :
Fremitus kanan / kiri : normal kanan/kiri
-
P :
Sonor ka/ki
-
A :
vesikuler ka/ki
e. Abdomen
-
I :
Bentuk simetris
-
A :
Bising usus 13x/menit
-
P :
Hati dan limfe tidak teraba, nyeri tekan (-)
-
P :
Tympani
f. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan
dibuktikan tidak terpasang kateter
g. Rectum
dan anus : Klien mengatakan tidak ada
hemoroid
h. Ekstremitas
- Atas : tangan kiri terpasang infus dan tangan
kanan dapat digerakan kesegala arah
- Bawah : Kaki kanan dapat digerakan kesegala arah
dan kaki kiri tampak sulit digerakan
karena adanya luka di telapak kaki. Luka kedalaman 0,5 cm, lebar 3 cm, dolor (+), kolor
(+), tumor (+), rubor (+), dan fungsiolasea (+)
9.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Elektrolit
a.
Kalium :
2,9mEq/l (Normal : 3,6 – 5,6 mEq/l)
b.
Natrium :
117mEq/l (Normal : 137 – 145 mEq/l)
c.
Klorida :
82mEq/l (Normal : 98 – 107 mEq/l)
Pemeriksaan
kimia darah
a.
GDP :
215mg/dl (Normal : 80 – 125 mg/dl)
b.
Gula Darah 2 jam P.P : 266mg/dl (Normal : 80 – 179 mg/dl)
c.
GDS :
192mg/dl (Normal : 110 – 199 mg/dl)
Pemeriksaan HbA1c
HbA1c :
7,1 % (Normal 2,5 – 6,1 %)
Pemeriksaan leukosit
a. Basofil : 0 % (Normal : 0 – 1 %)
b. Eusinofil : 0,5 % (Normal : 1 – 3 %)
c. N. Segmen : 47 % (50 – 75 %)
d. N. Batang : 1 % (2 – 3%)
e. Limfosit : 23 % (25 – 40 %)
f. Monosit : 2 % (Normal : 3 – 7 %)
10.
TERAPI
-
Infus NaCl 30 tetes per menit
-
Pronalges
3 x 10 ml (IM)
-
Cek GDN dan GD 2PP
-
Kompres
NaCl dan sagestam 1 x ganti balutan
-
Injeksi cefrixon 3x/4 gr
-
Insulin 15 – 16 unit
B.
ANALISA DATA
No.
|
Hari/
Tgl/ Jam
|
Data
|
Problem
|
Etiologi
|
1
|
Rabu/ 23 April/ 2014
|
DS:
-
Klien mengatakan kalau malam sering sekali bolak
–
balik ke kamar
mandi kurang lebih 2200 - 2400 cc/hari
-
Klien mengatakan saat bangun tidur terasa lemas
-
Klien merasakan sering sekali
haus
-
Klien mengatakan saat ini badanya terasa panas dan lemas
DO :
-
Membran mukosa mulut kering, konjungtiva anemis, turgor
kulit kembali 5 detik, kulit
kering
-
Klien tampak lemas dan pucat
-
TTV : TD 140/100mmHg, Na 88
x/menit, RR 24x/menit, T: 38,50C
-
Elektrolit: Ka 2,9mEg/l (normal : 3,6-5,6 mEg.l), Na 117meq/l
(normal 137-145 mEq/l), Cl 82mEg/l (normal : 98-107mEg/l)
-
BAK 2200 –
2400 cc/hari
-
Intake : Output = 2725 : 3525 = - 625
|
Hipertermia
(00007)
|
Dehidrasi
|
2
|
Rabu/ 23 April/ 2014
|
DS:
-
Klien mengatakan nyeri di sekitar tumit kirinya
-
Klien mengatakan kaki kirinya sedikit kaku dan tidak
nyaman saat digerakkan
-
P : luka di tumit kiri
-
Q : ditekan
-
R : menjalar ke kedua
kaki
-
S : 5
-
T : saat kaki digerakkan
DO :
-
Klien meringis saat kaki kiri digerakkan
-
Ada luka di tumit kiri
|
Nyeri akut (00132)
|
Agen cidera: fisik
|
3
|
Rabu/ 23 April/ 2014
|
DS:
-
Klien mengatakan tidak
nyaman dengan dipasangnya infus
DO :
-
Terpasang infus NaCl 20 tetes/menit di tangan kanan
|
Risiko Infeksi (00004)
|
Pemasangan
invasif (infus)
|
D.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Hipertermia berhubungan dengan
dehidrasi
2.
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera : fisik
3.
Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan
invasif (infus)
E.
NURSING
CARE PLAN (INTERVENSI)
No.
Dx
|
Tujuan
Umum
|
Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
TTD
|
1
|
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pada pasien dengan hipertermia berhubungan dengan dehidrasi dapat
teratasi.
|
Thermoregulator (0800)
-
TTV: T : 370C,
Na 80 x/menit, RR 16 x/menit, TD : 110/70 mmHg
-
Dehidrasi (-)
-
Tidak ada
perubahan warna kulit
Hydration (0602)
-
Turgor kembali dalam 2 detik
-
Membrane mukosa lembab
-
Intake cairan
2000 – 2500 cc/hari
-
Haus (-),
konjungtiva anemis (-)
-
Haluan urin tepat 1000 cc/hari
|
Temperature Regulation (3900)
-
Monitor
temperatur setiap 2 jam sekali
-
Monitor TTV
-
Monitor perubahan
warna kulit
-
Monitor dan
melaporkan tanda – tanda hipertermia
-
Berikan kompres hangat
-
Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian
yang tebal
Fluid
management (4120)
-
Berikan cairan 2500 cc/hari.
-
Berikan terapi cairan (infus) yang sesuai
|
-
Untuk mengetahui
suhu tubuh pasien sehingga apabila terjadi peningkatan suhu dapat segera
diatasi
-
Untuk mengetahui
keadaan umum klien
-
Untuk mengetahui
derajat keparahan hipertermia
-
Mengetahui
perkembangan pasien dan untuk menentukan tindakan selanjutnya yang harus
dilakukan
-
Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan
yang mempercepat penurunan suhu tubuh
-
Pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
-
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
-
Untuk memenuhi dan mempertahankan kebutuhan cairan
tubuh sehingga tidak terjadi dehidrasi.
|
SEA
|
2
|
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pada pasien dengan
nyeri akut berhubungan dengan cidera: fisik, nyeri dapat teratasi.
|
Pain Level (2102)
- Melaporkan
nyeri berkurang (3)
- Tidak
menunjukan ekspresi wajah menahan nyeri
- Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- TTV normal (TD 110/70 mmHg, N 80 x/menit, RR 16 x/menit, T 37,50C)
|
Pain Management (1400)
- Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
- Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
- Ajarkan
tentang teknik nonfarmakologi (teknik napas dalam)
- Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgetik.
- Kaji TTV
|
- Untuk menentukan intervensi
yang sesuai dan keefektifan dari therapi yang diberikan.
- Membantu dalam
mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan.
- Mengalihkan nyeri
- Mengurangi rasa nyeri dan kekakuan sendi.
- Mengetahui keadaan umum klien
|
SEA
|
3
|
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam pada pasien dengan resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan invasif (infus) dapat teratasi
|
Risk
Control: Infection Process (1924)
- Bebas dari tanda – tanda infeksi: puss (-), dolor (-), rubor (-), tumor (-) ,fungsiolasea (-).
-
Daerah pemasangan
infus bersih
-
TTV normal (TD 110/70 mmHg, N 80 x/menit, RR 16 x/menit,
T 37,50C)
|
Infection Control (6540)
- Batasi jumlah pengunjung
- Pantau TTV
- Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan (seperti dolor, rubor, tumor, fungsiolasea)
- Lakukan teknik
aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
- Pastikan penanganan aseptik di daerah IV
- Lakukan perawatan infuse
- Observasi
daerah pemasangan infus
- Segera cabut
infus bila tampak adanya pembengkakan atau phlebitis
- Berikan
lingkungan yang bersih dan nyaman
- Kolaborasi
pemberian obat antibiotik
- Berikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi
- Tingkatkan upaya pencegahan dengan
melakukan cuci tangan yang baik.
|
-
Untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi sekunder
-
Untuk
mengetahui keadaan
umum klien
-
Deteksi dini terjadinya infeksi
memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan dapat mencegah
komplikasi lebih lanjut
-
Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif
terhadap kemungkinan terjadi infeksi,menurunkan
pasien terkena infeksi sekunder, mengontrol penyebaran sumber infeksi
-
Mencegah
terjadinya infeksi
-
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan
memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi
-
Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infuse
-
Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau
penyulit lebih lanjut
-
Untuk meminimalkan terjadinya infeksi
-
Untuk membantu mengurangi terjadinya infeksi
-
Meningkatkan
pengetahuan pasien dan agar pasien dapat segera melaporkan apabila pasien
merasakan adanya tanda dan gejala infeksi.
-
Mencegah timbulnya infeksi nosokomial
|
SEA
|
E.
CATATAN
KEPERAWATAN
Nama : Tn.
M Hari/Tanggal : Rabu/23 April
2014
Jam : 13.45 WIB
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
DATA
1.
Klien mengatakan kalau malam sering sekali bolak
–
balik ke kamar
mandi kurang lebih 2200 - 2400 cc/hari, saat bangun tidur terasa lemas, sering
haus, badanya terasa
panas dan lemas.
Membran mukosa mulut kering, konjungtiva anemis, turgor
kulit kembali 5 detik, kulit
kering, pucat, TD 140/100mmHg, Na 88
x/menit, RR 24x/menit, T: 38,50C, Ka 2,9mEg/l, Na 117meq/l, Cl 82mEg/l, BAK 2200 – 2400 cc/hari, dan Intake
: Output = 2725 : 3525 = - 625
2.
Klien mengatakan nyeri di sekitar tumit kirinya, kaki kirinya sedikit kaku dan tidak nyaman saat
digerakkan, nyerinya karena luka di tumit kiri seperti ditekan dan menjalar
ke kedua kaki dengan skala 5 saat kaki digerakkan
Klien meringis
saat kaki kiri digerakkan dan ada luka di
tumit kiri
3.
Klien mengatakan
tidak nyaman dengan dipasangnya infus
Terpasang infus NaCl 20 tetes/menit di tangan kanan
DIAGNOSA
:
1.
Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
2.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera : fisik
3.
Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan invasif
(infus)
TINDAKAN :
1.
a. Memberikan terapi cairan infus NaCl 30
tetes/menit di punggung tangan
kiri.
b.
Memberikan minum 2500
cc/hari
c.
Mengukur suhu
tubuh di axilla kiri pasien, tekanan darah di lengan atas tangan kanan, nadi
di nadi radialis, dan pernapasan dengan cara melihat kembang kempis perut
pasien.
2.
a. Mengkaji nyeri
pasien dengan cara menanyakan penyebab nyeri,
karakteristik, lokasi, durasi,
intensitas nyeri pada kaki kiri pasien dan menyimpulkan skala nyeri
berdasarkan karakteristik yang dikeluhkan pasien.
b.
Mengajarkan teknik napas dalam dengan cara tangan
kanan diletakkan didada pasien sedangkan tangan kiri diletakkan di perut
pasien, kemudian suruh pasien untuk menarik napas dalam dan mengeluarkannya
melalui mulut, dan suruh pasien merasakan pergerakan di perut.
3.
a. Melakukan
pemasangan infus NaCl 30 tetes/menit dengan teknik aseptik dipunggung tangan
kiri pasien menggunakan alat dan tindakan yang steril
b. Melakukan perawatan infus steril dengan cara melepas
balutan yang sudah kotor atau basah dengan alkohol, melepaskan semua plester,
kemudian mengolesi daerah sekitar tusukan dengan NaCl dan iodin dan menutup
kembali bekas tusukan infus dengan kassa steril dan diplester
RTL :
1.
a. Monitor suhu
setiap 2 jam ( pukul 06.30 WIB, 08.30 WIB, 10.30 WIB, 12.30 WIB, 14.30 WIB,
16.30 WIB, 18.30 WIB, 20.30 WIB)
b. Monitor TTV 4 x/hari ( pukul 08.30 WIB, 12.30 WIB, 16.30 WIB, dan 20.30 WIB)
c. Berikan
infus NaCl 30 tetes/menit pada pukul 08.00 WIB
2.
a. Kaji nyeri
pasien pada pagi hari pukul 07.30 WIB dan sore hari pukul 15.30 WIB.
b. Berian
injeksi muscular analgesic terapy pronalges 10 ml/gr 3 x/hari ( pukul
08.00, 13.00, dan 19.00 )
c. Ajarkan
teknik napas dalam setelah mengkaji nyeri
3. a.
Ganti infus NaCl 30 tetes/menit pada pukul 08.00 WIB
b. Lakukan
perawatan infus 3x sehari pada pukul 11.00 WIB, 16.00 WIB dan 20.00 WIB
c. Berikan antibiotik dengan terapi
injeksi Cefriaxon 3x400 gr melalui selang infuse pada pukul 08.15 WIB, 13.00 WIB, dan 19.00 WIB
d. Ajarkan teknik cuci tangan yang baik pada pukul
15.30 WIB
|
S :
1.
Klien mengatakan badannya
masih panas dan lemas
2.
Klien
mengatakan masih nyeri dan senang dilatih teknik napas dalam tetapi belum
bisa melakukannya sendiri.
3.
Klien
mengatakan sakit saat
dipasang infus dan tidak nyaman untuk bergerak
O :
1.
Membran mukosa
mulut kering, konjungtiva anemis, turgor kulit kembali 4 detik, kulit kering, pucat, lemas, TD 130/90mmHg, Na 84 x/menit, RR 22x/menit, T: 380C, BAK 1700 cc
2.
Nyeri skala 5, klien tampak
meringis, klien tampak pelan dalam menggerakan kakinya, cemas (-), klien belum bisa teknik napas dalam secara mandiri
3.
Klien meringis
saat dipasang infus, terpasang infus NaCl 30 tetes/menit di tangan kiri,
klien tampak tidak nyaman dengan adanya infus di tangannya.
A :
1.
Hipertermia (+)
2.
Nyeri (+)
3.
Resiko infeksi
(+)
P :
1. a. Berikan kompres
hangat 10 – 15 menit pada pukul 14.00 dan 19.00 WIB
b. Pakai pakaian dan selimut yang tipis
c. Berikan minum 2500 cc/hari
2. a.Melakukan teknik napas dalam setiap merasakan nyeri
3. a. Batasi
jumlah pengunjung
b. Berikan lingkungan yang bersih dan nyaman
c. Lakukan cuci tangan yang baik
Nama Perawat
SEA PARADISE
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Kesenjangan dalam suatu asuhan keperawatan atau proses
keperawatan adalah adanya ketidaksesuaian antara teori dan kenyataan yang
ditemukan di lapangan.
Dalam asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. M dengan diabetes mellitus, juga ditemukan
beberapa kesenjangan. Untuk memudahkan dalam memahami kesenjangan yang terjadi,
maka penulis membahas sebagai berikut :
A.
Pengkajian
Pengkajian
yang ditemukan pada kasus ini terdapat kesenjangan yaitu pasien tidak mengalami
gejala utama pada diabetes mellitus seperti polipagi, mata kabur, dan kaki
kesemutan, tetapi klien hanya mengeluh poliuri, polidipsi, kelemahan tubuh, dan
adanya luka.
Selain
itu pada pemeriksaan leukosit didapatkan hasil jumlah dari masing – masing
jenis leukosit berada dibawah kadar normal. Padahal dalam teori seharusnya
jumlah leukosit pada penderita diabetes melitus adalah normal atau meningkat. Sehingga pada
kasus ini pasien mengalami penurunan imunologis yaitu ditandai dengan
menurunnya kadar leukosit dalam tubuh.
Dalam teori juga disebutkan bahwa penderita diabetes
melitus seharusnya akan mengalami mati rasa terhadap benda benda tajam karena
terjadi kerusakan pada sistem syaraf tepi (perifer). Namun pada kasus ini
didapatkan hasil pengkajian sensori visual pasien dapat membedakan antara tajam
dan tumpul serta panas dan dingin.
B.
Diagnosa
Secara
umum diagnosa yang termuat dalam teori keadaan pasien diabetes mellitus ada
enam diagnosa keperawatan yakni :
1.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan output berlebihan
2.
Perubahan status nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan
masukan oral.
3.
Resiko infeksi berhubungan dengan
hyperglikemia.
4.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan imonologis
5.
Kelelahan berhubungan dengan
penurunan produksi energi metabolik.
6.
Kurang pengetahuan tentang
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
Tetapi pada kasus ini saya menemukan tiga diagnosa. Dan dari ketiga diagnosa tersebut tidak ada
yang sesuai dengan teori asuhan keperawatan. Pada kasus ini saya mendapatkan diagnosa yaitu
hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera: fisik, dan risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan invasif: infus.
Untuk diagnosa pertama yaitu hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
Saya mengambil diagnosa ini karena melihat keadaan suhu dan tekanan darah
pasien yang tinggi. Ketika seseorang sudah mencapai suhu lebih dari 380C
maka orang tersebut dikatakan hipertermia (peningkatan suhu tubuh). Pada kasus
ini juga pasien mengalami pucat dan lemas serta sering merasa haus dan buang
air kecil.
Kemudian diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera: fisik. Hal ini diangkat berdasarkan keluhan dari pasien yang mengeluh
terjadi nyeri karena adanya luka pada tumit kirinya. Sehingga untuk mengatasi
masalah nyeri penulis menambahkan diagnosa tersebut. Sedangkan agen cidera
fisik dipilih berdasarkan terdapatnya luka pada tumit.
Diagnosa ketiga yaitu risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan
invasif: infus. Diagnosa ini diambil berdasarkan adanya pemasangan infus pada
tangan kiri pasien. Adanya infus dapat menimbulkan resiko untuk terkena infeksi
apabila pemasangan dan perawatan infus tidak dilakukan secara aseptik serta
faktor – faktor luar tidak mendukung.
Pada kasus ini penulis tidak mengangkat diagnosa utama yaitu kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena pada pasien tidak ditemukan adanya
gejala-gejala deficit nutrisi, seperti : penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan. Sedangkan kekurangan volume cairan tidak diambil karena sudah ada infus
dan pemberian cairan 2500 cc/hari pada implementasi diagnosa ke 2 untuk
mengatasi kebutuhan cairan.
C.
Perencanaan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan seluruh tindakan keperawatan yang dilakukan selalu
berorientasi pada rencana yang telah dibuat terlebih dahulu. Pelaksanaan
tindakan keperawatan yang berdasarkan teoritis ada yang belum terlaksana,
semua, ini disebabkan karena keadaan/sifat klien yang berbeda dan jenis
perawatan yang dilaksanakan di ruang perawatan disesuaikan dengan keadaan dan
sarana serta fasilitas yang tersedia.
Untuk diagnosa pertama (hipertermia berhubungan dengan dehidrasi) pada
intervensi ada 8 perencanaan, yaitu memonitor temperatur setiap 2 jam sekali,
memonitor TTV dan perubahan warna kulit, serta tanda – tanda hipertermia,
memberikan kompres hangat, menganjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian
yang tebal, memberikan cairan 2500 cc/hari serta memberikan terapi cairan
(infus) yang sesuai. Pada implemtasi yang dilakukan sampai hari Rabu 23 April
2014 jam 13.45 WIB tindakan yang dilakukan adalah memberikan cairan 2500 cc,
infus NaCl 30 tetes/menit dan mengkaji TTV.
Diagnose ke dua dilakukan intervensi dengan melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi, mengajarkan tentang teknik
nonfarmakologi (teknik napas dalam). Pada implemtasi yang dilakukan sampai hari
Rabu 23 April 2014 jam 13.45 WIB tindakan yang dilakukan adalah mengkaji nyeri
dan mengajarkan teknik napas dalam.
Sedangkan untuk diagnosa ke tiga (risiko infeksi berhubungan dengan
pemasangan invasif: infus) terdapat 12 intervensi yaitu membatasi jumlah pengunjung, memantau TTV,
mengbservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (seperti dolor, rubor, tumor,
fungsiolasea), melakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan
infuse, memastikan penanganan aseptik di daerah IV, melakukan perawatan infuse,
mengobservasi daerah pemasangan infuse, segera cabut infus bila tampak adanya
pembengkakan atau phlebitis, memberikan lingkungan yang bersih dan nyaman,
mengolaborasi pemberian obat antibiotic, memberikan pengetahuan kepada pasien
dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi, serta meningkatkan upaya
pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik. . Pada implemtasi yang
dilakukan sampai hari Rabu 23 April 2014 jam 13.45 WIB tindakan yang dilakukan
adalah melakukan pemasangan dan perawatan infus.
D.
Evaluasi
Dalam teori pada evaluasi yang ditentukan adalah keadaan atau kriteria
pencapaian tujuan sesuai rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan.
Pada studi yang ditangani melalui pendekatan proses keperawatan sebagai
metode pemecahan masalah, dari tiga diagnosa keperawatan yang muncul/diangkat
sampai tanggal 23 April 2014 pukul 13.45 WIB belum ada yang dapat teratasi
semuanya.
Pada hipertermia pasien masih mengeluh badannya panas dan merasa lemas.
Berdasarkan hasil data objektif ditemukan membran mukosa mulut masih kering, konjungtiva anemis, turgor kulit kembali 4 detik, kulit kering, pucat, lemas, TD 130/90mmHg, Na 84 x/menit, RR 22x/menit, T: 380C,
dan BAK 1700 cc. Sehingga untuk
mengatasi hal tersebut perawat akan melakukan tindakan selanjutnya berdasarkan
rencana tindak lanjut. Adapun rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan antara
lain memonitor suhu setiap 2 jam yaitu pada pukul 06.30 WIB, 08.30 WIB, 10.30
WIB, 12.30 WIB, 14.30 WIB, 16.30 WIB, 18.30 WIB, dan pukul 20.30 WIB. Kemudian
memonitor TTV 4 x/hari pada pukul 08.30 WIB, 12.30 WIB, 16.30 WIB, dan 20.30 WIB, serta memberikan infus NaCl 30 tetes/menit pada pukul 08.00 WIB
sebagai pengganti cairan. Sedangkan tindakan mandiri yang dapat pasien lakukan
sendiri antara lain memberikan kompres hangat 10 – 15 menit pada pukul 14.00
dan 19.00 WIB, memakai pakaian dan selimut yang tipis serta minum 2500 cc/hari.
Pada masalah nyeri pasien masih mengeluh nyeri dan belum bisa melakukan
teknik napas dalam mandiri. Didapatkan data objektif nyeri masih skala 5, klien
tampak meringis, klien tampak pelan dalam menggerakan kakinya, cemas tidak ada,
klien belum bisa teknik napas dalam secara mandiri. Untuk mengatasi nyeri dapat
dilakukan pemberian analgetik dengan terapy pronalges 10 ml/gr 3 x/hari ( pukul 08.00, 13.00, dan
19.00 ) dan mengajarkan klien teknik
nonfarmakologi teknik napas dalam.
Pada masalah resiko infeksi didapatkan pasien mengalami kesakitan saat
dipasang nfus ditangan kirinya. Untuk mencegah terjadinya infeksi dilakukan
tindakan lebih lanjut oleh perawat yaitu dengan melakukan ganti infus NaCl 30
tetes/menit pada pukul 08.00 WIB, perawatan infus 3x sehari pada pukul 11.00
WIB, 16.00 WIB dan 20.00 WIB, memberikan
antibiotik dengan terapi injeksi Cefriaxon 3x400 gr melalui selang infuse pada
pukul 08.15 WIB, 13.00 WIB, dan 19.00 WIB dan mengajarkan teknik cuci tangan
yang baik pada pukul 15.30 WIB. Pasien dan keluarga juga dapat melakukan
tindakan mandiri yaitu membatasi jumlah pengunjung, menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman, serta
melakukan cuci tangan yang baik
BAB
V
PENUTUP
5.1
SIMPULAN
1.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh gangguan hormonal dan melibatkan kelainan metabolisme
karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan.
2.
Klasifikasi DM menurut National Diabetes
Data Group of The National Institutes of Health adalah IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus), NIDDM (Non
Insulin Dependent Diabetes melitus), DMG (Diabetes Melitus Gestational) dan
intoleransi glukosa berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu.
3.
Diabetes mellitus disebabkan oleh faktor keturunan, fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang,
usia dan obesitas.
4.
Tanda dan gejala diabetes mellitus diantaranya adalah poliuri, polidipsi,
poliphagi, mata kabur, luka sulit sembuh, infeksi, berat badan
menurun, lemas, lekas lelah dan tenaga kurang.
5.
Pada
pasien DM, kadar glukosa dalam darah meningkat/tidak terkontrol, akibat
rendahnya produk insulin/tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel akan
starvasi. Bila kadar meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan
menimbulkan diuresi sehingga pasien banyak minum (polidipsi).
6.
Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain pemeriksaan
gula darah, pemeriksaan Hb, dan pemeriksaan urin.
7.
Komplikasi diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi akut (diabetik ketoasedosis, koma
hiperosmolar nonketotik, dan hypoglikemia hypoglikemia), komplikasi kronik
(makrovaskuler : neuropati, katarak, dan penyakit ginjal dan mikrovaskuler :
jantung koroner, pembuluh otak, dan pembuluh darah kaki)
8.
Penatalaksanaan pada diabetes mellitus
antara lain diet, olahraga, edukasi, farmakologi, dan pemeriksaan diagnostic.
9.
Pengkajian
pada klien diabetes mellitus antara lain identitas pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat lingkungan, pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan terapi.
10.
Diagnosa
keperawatan pada diabetes melitus antara lain kekurangan
volume cairan berhubungan dengan output berlebihan, perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, resiko infeksi
berhubungan dengan hyperglikemia, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan imonologis, kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic dan kurang pengetahuan
tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi
5.2
SARAN
Kepada mahasiswa (khususnya
mahasiswa perawat) atau pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari
makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit diabetes
mellitus dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak
berlanjut ke arah yang lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_dm.html (diakses pada tanggal 19
Mei 2014 pukul 13.27 wib)
http://www.Diabetes-Melitus-Konsep-Dasar-Keperawatan-Simpul-Medika.html (diakses pada tanggal 16 Juni 2014 pukul 16.53
wib)